Sabtu, 18 April 2015

konsep optik

KONSEP OPTIK 1. KONSEP TEORI CAHAYA (SPEKTRUM WARNA) a. Sejarah Konsep Ditemukan Saat Newton masih belia, cahaya diyakini tersusun atas satu warna, atau bisa disebut monokromatik. Robert Boyle, Robert Hooke, serta seorang filosof sekaligus saintis Prancis, Rene Descartes telah melakukan penelitian mengenai warna ini. Newton tertarik untuk melakukan pengujian dengan menggunakan prisma dan kaca. Ketika cahaya diarahkan ke kaca, cahaya itu akan dipantulkan dan ketika diarahkan ke prisma, cahaya putih dapat memunculkan banyak warna seperti violet (lembayung), indigo (nila), biru, hijau, kuning, orange (kuning jeruk) dan merah. Newton juga banyak melakukan eksperimen di alam dengan media seperti minyak, air, gelembung sabun dan lain-lain. Berdasarkan penelitian itu, Newton menyimpulkan bahwa cahaya pada umumnya terdiri atas sekumpulan partikel yang disebut corpuscles, ini berbeda dengan teori cahaya yang telah diterima sebelumnya. Cahaya putih terang mengandung semua panjang gelombang dari spektrum warna yang terlihat. Newton baru mempublikasikan karya optiknya pada tahun 1692 dan teori barunya ini baru diterima pada 1715 (Surya, 2004). b. Analisis Filosofi Berdasarkan sejarah konsep teori cahaya pada spektrum warna ditemukan, Issac Newton menemukan konsep cahaya putih yang berbeda dengan konsep cahaya putih yang ditemukan sebelumnya oleh peneliti lain. Hal ini sesuai dengan filsafat pragmatisme. Pragmatisme memandang segala sesuatu yang dialami manusia (pengalaman) dapat diamati oleh panca indera, bersifat plural (pluralistic), dan terus menerus berubah. Pengetahuan dinyatakan benar apabila dapat dipraktekan, memberikan hasil, dan memuaskan. Cara memperoleh pengetahuan melalui metode ilmiah. Suatu pengetahuan hendaknya dapat diverifikasi dan diaplikasikan dalam kehidupan. Berdasarkan sudut pandang tersebut, ilmuwan dengan melakukan eksperimen selalu berusaha mencari kebenaran tentang teori cahaya spektrum warna. Hal ini dimaksudkan agar dapat memajukan peradaban manusia, salah satunya dengan memanfaatkan cahaya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut aliran filsafat pragmatisme, secara epistemologi, pengetahuan merupakan pengalaman yang bersifat praktis dan berguna. Hidup bukan mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Secara ontologi, kenyataan didasarkan pada sesuatu yang tampak. Secara aksiologi, manusia yang bertanggung jawab dan menentukan dampak-dampak dari suatu nilai. c. Cara Membelajarkan Konsep Tersebut Pembelajaran di dalam kelas diperlukan pendekatan serta model belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada Sutarman, dkk (2009: 7-11) diuraikan beberapa model pembelajaran yang dapat mencapai sebagian besar tujuan pembelajaran fisika yang dikembangkan berdasarkan orientasi filsafat pendidikan dan teori psikologi pembelajaran tertentu. Berdasarkan filsafat yang digunakan yaitu pragmatisme maka cara membelajarkan konsep teori cahaya pada spektrum warna sebagai berikut. 1) Belajar diperoleh dari pengalaman. 2) Pembelajaran dihubungkan dengan peristiwa sehari-hari 3) Pendidikan merupakan preoses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman individu. 4) Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru. Hal ini dikarenakan tujuannya selalu berubah menyesuaikan kebutuhan/kepentingan. Pemberian pengalaman langsung, memberikan dugaan-dugaan sementara, dan eksperimen, dirasa sangat sesuai dengan sejarah dan filsafat yang mendasari perkembangan teori cahaya pada spektrum warna. Konsep teori cahaya pada spektrum warna dapat diajarkan dengan metode eksperimen dan demontrasi. Pada awalnya siswa diperkenalkan dengan cahaya monokromatik, yang terdiri dari satu warna, yaitu cahaya putih. Kemudian siswa melakukan eksperimen dengan menggunakan kaca prisma sehingga siswa dapat membuktikan bahwa cahaya putih terang mengandung semua panjang gelombang dari spektrum warna yang terlihat. 2. KONSEP LENSA CEKUNG a. Sejarah Konsep Ditemukan Untuk semua eksperimen lensa, Ibnu Haitham membuat sendiri lensa dan cermin cekung melalui mesin bubut yang ia miliki. Eksperimennya yang tergolong berhasil saat itu menemukan titik fokus sebagai tempat pembakaran terbaik, saat itu, ia berhasil mengawinkan cermin-cermin bulat dan parabola. Semua sinar yang masuk dikonsentrasikan pada sebuah titik fokus sehingga menjadi titik bakar. Bukunya tentang optik, Kitab Al-Manazir, diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh F. Risner dan diterbitkan oleh Basle pada tahun 1572 M. karyanya ini, bersama karya-karya optik lainnya, sangat mempengaruhi ilmuwan abad pertengahan, seperti Roger Bacon, Johannes Keppler, dan Pol Witello. Diyakini, banyak karya-karya monumental dari mereka diilhami oleh hasil eksperimen yang dilakukan Alhazen atau Ibnu Haitham. Johannes Kepler (1571 M - 1630 M), seorang tokoh penting dalam revolusi ilmiah, ia adalah seorang astronom Jerman, matematikawan dan astrolog. Ia paling dikenal melalui hukum gerakan planetnya. Kepler sangat dihargai bukan hanya dalam bidang matematika, tetapi juga di bidang optik dan astronomi. Penjelasan Kepler tentang pembiasan cahaya tertuang dalam buku Supplement to Witelo, Expounding the Optical Part of Astronomy (Suplemen untuk Witelo, Menjabarkan Bagian Optik dari Astronomi). Buku Kepler itu adalah tonggak sejarah di bidang optik. Ia adalah orang pertama yang menjelaskan cara kerja mata. Ia benar-benar paham tentang pemantulan total dan cara menemukan apa yang sekarang kita “sebut sudut kritis”. Ia mempelajari pembiasan atmosfer yang berakibat pada posisi semu benda-benda langit seperti yang nampak sekarang, dan menyelesaikan sebuah rumus pendekatan, untuk menerima kesalahan-kesalahan penglihatan, dari zenit ke horizon. Ia yang pertama kali mengusulkan tentang bentuk lensa itu cekung. b. Analisis Filosofi Berdasarkan sejarah konsep pembiasan ditemukan oleh Johannes Kepler dengan menggunakan informasi sebelumnya yang diperoleh kemudian menyelesaikan rumus pendekatan, sehingga filsafat yang sesuai dengan cara menemukan konsep tersebut adalah filsafat perennialisme. Filsafat ini belajar dari hal yang lama karena yang lama baik karena teruji dan budaya lama dijadikan dasar untuk belajar pada masa yang akan datang. Menurut perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Apabila pemiikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Oleh karena itu, secara epistemologis, manusia harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui metode diskusi c. Cara Membelajarkan Konsep Tersebut Pembelajaran di dalam kelas diperlukan pendekatan serta model belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam Sutarman, dkk (2009:7-11) diuraikan beberapa model pembelajaran yang dapat mencapai sebagian besar tujuan pembelajaran fisika yang dikembangkan berdasarkan orientasi filsafat pendidikan dan teori psikologi pembelajaran tertentu. Berdasarkan Filsafat yang digunakan yaitu perennialisme maka cara membelajarkan konsep Lensa, siswa harus mengetahui materi pembiasan dan pemantulan dulu. kemudian memberikan contoh yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dengan memberikan bermacam-macam contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dari contoh-contoh tersebut siswa dapat mengambil kesimpulan yang bersifat umum. Beberapa prinsip pendidikan perenialisme secara umum (Sadulloh. 2011), yaitu: 1. Menghendaki pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai Abad Pertengahan, karena jiwa pada Abad Pertengahan telah merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah dapat menemukan adanya prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan evidensi-evidensi diri sendiri. Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan. 2. Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan yang kebenarannya pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisir dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar