Sabtu, 18 April 2015
PERIODE ABAD FISIKA MODERN BAGIAN PERTAMA
PERIODE ABAD FISIKA MODERN BAGIAN PERTAMA
1. Albert Einstein
Albert Einstein (14 Maret 1879-18 April 1955) merupakan seorang ilmuwan fisika teoritis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Tahun 1905 adalah tahun prestasi bagi Albert Einstein karena pada tahun tersebut ia menghasilkan karya-karya yamg cemerlang. Seperti:
• Maret : paper tentang aplikasi ekipartisi pada peristiwa radiasi, tulisan ini merupakan pengantar hipotesa kuantum cahaya dengan berdasarkan pada Bolztmann. Penjelasan efek fotolistrik pada paper inilah yang memberinya nobel pada tahun 1922.
• April : desertasi doktoral tentang penentuan baru ukuran-ukuran molekul. Einstein memperoleh gelar PhD-nya dari Universitas Zurich.
• Mei : papernya tentang gerak Brown
• Juni : papernya yang tersohor, yaitu tentang teori relativitas khusus, dimuat Annalen der Physik dengan judul Zur Elektrodynamik Bewegter Kerper (Elektrodinamika benda bergerak).
• September : kelanjutan pepernya bulan juni yang sampai pada kesimpulan rumus termahsyurnya E=m.c2
Banyak fisikawan setuju bahwa ketiga thesis tersebut pantas mendapat penghargaan nobel. Namun hanya thesis tentang efek fotoelektrik yang mendapatkan penghargaan tersebut. Ini adalah sebuah ironi, bukan hanya karena Einstein lebih tahu banyak tentang relativitas, tetapi juga karena efek fotoelektrik adalah sebuah fenomena kuantum. Yang membuat thesisnya luar biasa yaitu dalam setiap kasus Einstein dengan yakin mengambil ide dari teori fisika ke konsekuensi logis dan berhasil menjelaskan hasil eksperimen yang membingungkan para ilmuwan salama beberapa dekade.
Tahun 1915, ia menyelesaikan kedua teorinrelativitasnya. Penghargaan tertinggi atas kerja kerasnya sejak kecil terbayar dengan diraihnya nobel pada tahun 1921 di bidang ilmu fisika. Kata Einstein dianggap bersinonim dengan kecerdasan atau bahkan jenius.
Pada 18 April 1955, Albert Einstein meninggal dunia dengan meninggalkan karya besar yang telah mengubah sejarah dunia. Meskipun demikian, ia sempat menangis pilu dalam hati karena karya besarnya teori relativitas umum dan khusus digunakan sebagai inspirasi untuk membuat bom atom. Bom inilah yang dijatuhkan di atas kota Hiroshima dan Nagasaki saat perang dunia II berlangsung.
Pada tahun 1999 Einstein dinamakan “orang abad ini” oleh majalah Time. Untuk menghargainya, sabuah satuan dalam fotokimia dinamai Einstein, sebuah unsur kimia dinamai Einsteinium, dan sebuah asteroid dinamai 2001 Einstein.
2. Sir Owen Willans Richardson
Sir Owen Willans Richardson (26 April 1879 – 15 Februari 1959) merupakan Fisikawan Britania Raya dan pemenang nobel Fisika untuk karyanya pada fenomena termionik dan penemuan emisi termionik yang menuju penemuan hukum Richardson.
Dia dianugerahi medali Hughes oleh Royal Society dimana dia menjadi anggotanya. Pada tahun 1920 untuk karya dalam emisi termionik, yang menjadi dasar untuk tabung tabung hampa udara. Dia juga meneliti efek elektrik, efek giromagnetik emisi oleh reaksi kimia sinar-X lunak dan spektrum hidrogen.
3. James Franck
James Franck (26 Agustus 1882 – 21 Mei 1964) merupakan Fisikawan Jerman yang mendapatkan penghargaan nobel dalam Fisika dengan Gustav Ludwig Hertz pada 1925 untuk penemuan mereka pada hukum yang menentukan dampak elektron pada atom.
Antara 1912-1914 Franck bekerja secara intensif pada eksperimen Franck-Hertz dengan Gustav Hertz. Riset ini mencari untuk menyelidiki tingkat energi atom secara eksperimental. Penelitian ini merupakan penegasan penting mengenai model atom Bohr, dengan elektron yang menglilingi inti atom dengan energi spesifik dan diskret.
Pada tahun 1925, Franck menerima hadiah nobel yang diterimanya untuk kerja mereka dalam fisika kuantum. Mekanika kuantum adalah teori fisika fundamental yang memperluas, membetulkan dan menyatukan mekanika Newton dan elektromagnetisme Maxwell, pada tingkat atom dan sub atom. Franck dan Hertz mempelajari gerakan elektron bebas dalam bermacam gas dan pengaruh yang dimiliki elektron itupada fungsi atom.
Disamping menerima hadiah nobel dia dianugerahi medali Max Planck dari masyarakat Jerman pada 1951. Pada tahun 1955 Franck menerima Rumford medal dari American Academy of Arts and Sciense. Akhirnya pada tahun 1964 ia diangkat menjadi anggota asing Royal Society di London.
4. Niels Henrik David Bohr
Niels Henrik David Bohr (7 Oktober 1885 – 18 November 1962) merupakan Fisikawan Denmark yang mendapatkan hadiah nobel dalam Fisika pada tahun 1922.
Pada tahun 1913, Niels Bohr menggunakan teori kuantum Planck dan memperbaiki model atom Rutherford untuk mengemukakan postulatnya mengenai kestabilan atom dan spektrum atom hidrogen. Tetapi sementara itu teori struktur atom Bohr menghadapi kekurangan masalah terpokok yaitu meskipun dengan sempurna menjelaskan kesulitan masa depan atom (misalnya hidrogen) yang mempunyai satu elektron, tidak dengan persis memperkirakan spektra dari atom-atom lain. Beberapa ilmuan terpukau oleh sukses luar biasa teori Bohr dalam memaparkan atom hidrogen, berharap dengan jalan menyempurnakan sedikit teori Bohr, mereka dapat juga menjelaskan spektra atom yang lebih berat. Bohr merupakan orang pertama yang menyadari penyempurnaan kecil itu tak kan menolong, karena itu yang diperlukan adalah perombakan radikal. Tetapi bagaimanapun Bohr menyerahkan segenap akal jeniusnya, dia tidak mampu memecahkannya.
Postulat I Bohr : Elektron yang berada pada suatu lintasan tertentu sesuai dengan bilangan kuantumnya.
Postulat II Bohr : Elektron dapat berpindah lintasan dari suatu lintasan ke lintasan lainnya dengan cara melepas/menyerap energi.
5. Gustav Ludwig Hertz
Gustav Ludwig Hertz (22 juli 1887- 30 oktober 1975) fisikawan jerman yang memenangkan penghargaan Nobel pada 1925 untuk study dalam kooperasi dengan J Franck mengenai taluan elektron melalui gas.
6. Arthur Holly Compton
Arthur Holly Compton (10 September 1892 – 15 Maret 1962) merupakan fisikawan Amerika Serikat yang menerima penghargaan Nobel dalam fisika pada tahun 1927 atas sunbangannya dalam penemuan sebuah efek yang dinamai menurut namanya yaitu efek Compton. Ia juga dikenal karena kepemimpinannya di Manhattan Project’s Metallurgical Laboratory.
Pada tahun 1923 melakukan percobaan memberikan dukungan kuat pada kebenaran hipotesa Planck. Compton melakukan percobaan dengan menyinari suatu benda dengan sinar X. Hamburan sinar X setelah menembus benda kemudian diamati panjang gelombangnya menggunakan alat Spektrometer, hal yang menarik perhatian Compton ternyata panjang gelombangnya hamburan sinar X setelah menembus benda. Semakin besar sudut hamburan, semakin besar nilai panjang gelombang dari hamburan sinar X tersebut.
Pada awal 1930-an, Compton tertarik pada sinar kosmik dan membantu menjelaskan bahwa sebenarnya sinar ini terdiri atas partikel yang bergerak cepat (ternyata partikel itu ialah inti atom dan sebagian besar ialah proton) yang berputar dalam ruang dan bukan sinar gamma dia membuktikan hal ini dengan memperlihatkan bahwa intensitas sinar kosmik berubah terhadap lintang, dan hal ini hanya bisa diterima jika partikel itu ialah ion yang lintasannya dipengaruhi medan magnet bumi.
Selama perang dunia II dia merupakan salah satu tokoh pimpinan yang mengembangkan bom atom.
7. Louis Victor de Brouglie
Louis Victor de Brouglie (15 Agustus 1892 - 19 Maret 1987) merupakan fisikawan Perancis, penemu sifat gelombang elektron, dan pemenang hadiah nobel dalam fisika (1929), anggota Lembaga Ilmu Pengetahuan Perancis dan bangsawan Inggris. Ia membuat konribusi inovatif untuk teori kuantum.
Pada tahun 1924, tesis doktoralnya mengemukakan usulan bahwa benda yang bergerak memiliki sifat gelombang yang melengkapi sifat partikelnya. Dua tahun kemudian Erwin Schrodinger menggunakan konsep de Broglie untuk mengembangkan teori umum yang dipakai olehnya bersama ilmuwan lain untuk menjelaskan berbagai gejala atomik. Keberadaan gelombang de Broglie dibuktikan dalam eksperimen difraksi berkas elektron pada tahun 1927 oleh C J Davisson dan L H Germer.
Hasil percobaan menggunakan elektron yang dipercepat melalui medan magnet, kemudian diarahkan pada kristal tunggal. Sinar yang keluar dari celah tunggal mengalami difraksi, hal ini menunjukkan bahwa sifat partikel berkelakuan sebagai gelombang. Dengan demikian jelas sudah bahwa dari hipotesis de Broglie menunjukkan sifat partikel dapat berkelakuan sebagai gelombang sedangkan dari hipotesis efek Compton menunjukkan sifat gelombang dapat berkelakuan sebagai partikel. Dua pernyataan tersebut dikenal sebagai sifat dualisme gelombang partikel.
modulpemuaian
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga modul ini dapat diselesaikan sesuai dengan harapan.
Modul ini disusun berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2006. Modul ini juga disertai dengan kejadian-kejadian yang sering terjadi di sekitar kita tetapi jarang kita amati. Selain itu modul ini dapat dijadikan sebagai sarana bagi siswa untuk mempelajari Bab Pemuaian yang membuat siswa lebih terampil mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada ibu Mabruratul Hasanah selaku pembimbing, serta teman-teman yang telah menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam menyusun modul ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan modul ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis sangat berharap modul ini bermanfaat bagi siswa dalam memahami materi fisika khususnya bab pemuaian. Kritik dan saran akan selalu diterima untuk perbaikan modul ini.
Kata Pengantar ...................................................................................................................... i
Daftar isi ........................................................................................................................................... ii
Penjelasan Umum Modul................................................................................................................ iv
Petunjuk Penggunaan Buku......................................................................................................... v
Standart Kompetensi ......................................................................................................................... vi
Kompetensi Dasar ............................................................................................................................... vi
Indikator Pembelajaran ....................................................................................................... vi
Peta Konsep.......................................................................................................................................... vii
Untuk Mengingat .................................................................................................................................... 1
BAB 7 PEMUAIAn ....................................................... 2
APERSEPSI...................................................................................... 3
A. PENGERTIAN PEMUAIAN............................................ 4
B. PEMUAIAN ZAT PADAT .............................................. 5
a. Pemuaian Panjang ............................................... 5
b. Pemuaian Luas ..................................................... 7
c. Pemuaian Volume ................................................ 9
C. PEMUAIAN ZAT CAIR ................................................ 12
D. PEMUAIAN GAS ..................................................... 15
a. Keadaan gas pada tekanan tetap (Isobar)....................................................... 15
b. Keadaan gas pada volume tetap (Isokhorik)......................................................... 16
E. PENERAPAN PEMUAIAN........................................... 9
RANGKUMAN....................................................................... 19
UJI KOMPETENSI 1................................................................. 20
TUGAS TAMBAHAN............................................................... 24
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 24
Lampiran 1: Kunci Jawaban Uji Kompetensi........................................................... 26
Lampiran 2: LKS 01...................................................................................................... 27
Dalam modul ini pembelajaran akan dimulai dengan bahasan mengenai pemuaian dimana secara umum sudah dibahas pada kelas VIII SMP, sehingga diawal diberikan kolom mengingat sebagai langkah awal mempelajari pengertian pemuaian dilanjutkan dengan jenis-jenis pemuaian yang di dalamnya membahas pemuaian zat padat (pemuaian panjang, luas, dan volume), pemuaian zat cair (pemuaian volume), dan pemuaian zat gas (isobar dan isokhorik).
Materi dalam bab 7 akan membahas tentang Pemuaian. Bab ini akan diawali dengan mengingat kembali pengertian pemuaian. Materi ini dijelaskan secara detail sehingga memudahkan siswa memahami pemuaian zat. Serta ada juga kegiatan diskusi untuk lebih memahami tentang pemuaian. Tidak lupa dalam bab ini diberikan contoh soal dan pembahasan tentang pemuaian panjang, pemuaian luas, dan pemuaian volume pada pemuaian zat padat, pemuaian volume pada zat cair, hukum Gay-lussac, hukum Charles, hukum Boyle, dan hukum Boyle- Gay-lussac pada pemuaian zat gas.
mempengaruhi
Di SMP kelas VIII kalian telah mempelajari tentang pemuaian. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari kalian sering mendengar kata tersebut. Jadi kata pemuaian tentu bukanlah kata asing buat kalian. Mungkin kalian masih ingat apa saja yang kalian pahami tentang pemuaian kemudian tuliskan pada kolom di bawah ini.!!!!!!!!!!!!!!
Kereta api merupakan alat transportasi yang banyak dimanfaatkan untuk bepergian. Kereta berjalan di atas rel. Pada sambungan kereta api terdapat sebuah celah, celah tersebut pada malam hari lebar, siang menjadi sempit karena terkena sinar matahari. Ukuran bingkai kaca selalu didesain sedikit lebih besar daripada ukuran kacanya. Begitu pula dengan ban sepeda apabila kita menaruhnya di tempat yang terkena sinar matahari secara langsung. Mengapa demikian?. Apakah sebabnya??. Sebenarnya ada apa sih dengan pemuaian kok sampek penting banget?
Penasaran? Ingin tahu kejelasannya?. Dalam bab 7 modul ini akan dipelajari mengenai pemuaian zat padat, pemuaian zat cair, dan pemuaian zat gas. Untuk mengetahui semua itu, ikuti pembahasannya!!!
Pada peristiwa kabel listrik yang terlihat kendur pada siang hari karena terkena sinar matahari. Pada malam hari kabel tersebut akan kembali ke asalnya. Pemasangan kaca pada jendela rumah juga dibuat longgar dengan tujuan ketika kaca memuai ada ruang muai untuk kaca, sehingga kaca tidak pecah. Peristiwa ini menunjukkan bahwa zat akan memuai apabila dipanaskan dan menyusut ketika didinginkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor.
Pemuaian terjadi ketika zat dipanaskan (menerima kalor), partikel-partikel zat bergetar lebih cepat sehingga saling menjauh dan benda memuai. Sebaliknya, ketika zat didinginkan (melepas kalor) partikel-partikel zat bergetar lebih lemah sehingga saling mendekati dan benda menyusut.
Pemuaian terjadi pada 3 zat yaitu pemuaian pada zat padat, pada zat cair, dan pada zat gas. Pemuaian pada zat gas ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang (untuk satu demensi), pemuaian luas (dua dimensi) dan pemuaian volume (untuk tiga dimensi). Sedangkan pada zat cair dan zat gas hanya terjadi pemuaian volume saja.
Apabila suatu benda padat dipanaskan maka lama-kelamaan akan memuai kesegala arah. Dengan kata lain, ukuran panjang, luas, dan volume benda tersebut bertambah. Pemuaian yang terjadi pada benda, sebenarnya terjadi pada seluruh bagian benda tersebut. Namun demikian, untuk mempermudah pemahaman maka pemuaian zat padat dibedakan tiga macam, yaitu pemuaian panjang, pemuaian luas, dan pemuaian volume. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat padat disebut muschenbrock.
Pemuaian Panjang
Ketika tiga batang logam yang berbeda jenis dan sama panjang dipanaskan, maka ketiga jenis batang tersebut mengalami kenaikan suhu yang sama tetapi pertambahan panjang ketiganya berbeda. Untuk benda padat yang panjang tetapi luas penampangnya kecil, misalnya jarum rajut, kita perhatikan pemuaian panjangnya saja. Jadi, pemuaian panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda karena menerima kalor. Perbedaan pertambahan panjang disebabkan oleh perbedaan koefisien muai panjang yang didefinikan sebagai berikut.
Koefisien muai panjang (α) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan panjang awal (l0) benda per satuan kenaikan suhu (∆T). Secara matematis dinyatakan
Pemuaian panjang
dengan
l = panjang akhir (m)
T = suhu akhir benda (°C atau K)
T0 = suhu awal benda (°C atau K)
Tabel koefisien muai panjang berbagai zat
No Jenis zat Alpha( /0C)
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Aluminium
Perunggu
Baja
Tembaga
Kaca
Pirek
Berlian
Grafit
Invar 24 ×〖 10〗^(-6)
19 × 〖10〗^(-6)
11 × 〖10〗^(-6)
17 ×〖 10〗^(-6)
9 × 〖10〗^(-6)
3 × 〖10〗^(-6)
1 ×〖 10〗^(-6)
8 × 〖10〗^(-6)
0,9 × 10-6
Pemuaian Luas
Jika benda padat berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi pemuaian dalam arah memanjang dan melebar. Dengan kata lain, benda tersebut mengalami pemuaian luas. Sehingga pemuaian luas adalah pertambahan ukuran luas suatu benda karena menerima kalor. pemuaian luas berbagai zat bergantung pada koefisien muai luas.
Pemuaian luas itu merupakan pemuaian panjang yang ditinjau dari dua dimensi maka koefisien muai luas besarnya sama dengan 2 kali koefisien muai panjang. Contoh benda yang mempunyai pemuaian luas adalah lempeng besi yang lebar sekali dan tipis.
Koefisien muai luas (β) adalah suatu bahan adalah fraksi pertambahan luas benda (∆α) terhadap luas awal benda (A0) per satuan kenaikan suhu (∆T). Secara matematis, ß dinyatakan
Pemuaian luas
dengan
∆A = A - A0 = pertambahan luas (m2)
A = luas akhir benda (m2)
c. Pemuaian Volume
Apabila benda padat berbentuk balok dipanaskan maka akan memuai dalam arah memanjang, melebar, dan meninggi. Dengan kata lain benda tersebut mengalami pemuaian volume. Jadi, Pemuaian volume adalah pertambahan ukuran volume suatu benda karena menerima kalor. Contoh benda yang mempunyai pemuaian volume adalah kubus, air dan udara. Volume merupakan bentuk lain dari panjang dalam 3 dimensi karena itu untuk menentukan koefisien muai volume sama dengan 3 kali koefisien muai panjang.
Koefisien muai volume (γ) suatu bahan adalah fraksi pertambahan volume terhadap volume awal benda (V0) per satuan kenaikan suhu (∆T). Secara matematis, dinyatakan
Pemuaian volume
dengan
∆V = V - V0 = pertambahan volume (m3)
V = volume akhir benda (m3)
Sifat zat cair adalah selalu mengikuti bentuk wadahnya. Jadi, wadah berarti volume. Oleh karena itu, pada zat cair hanya terjadi pemuaian volume. Pemuaian volume zat cair lebih besar daripada penuaian volume zat padat. Misalkan, Sebuah panci berisi penuh air kemudian panaskan, beberapa saat kemudian akan ada air yang tumpah dari panci tersebut, itulah salah satu contoh pemuaian zat cair. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat cair disebut labu didih. Secara matematis rumus pemuaian zat cair sama dengan rumus pemuaian volume pada pemuaian zat padat. Besarnya pemuaian zat cair ditentukan dari koefisien muai volumenya.
Tabel koefisien muai volume zat cair
No Jenis zat Alpha( /0C)
1
2
3
4
5
6
7 Air
Alkohol
Benzena
Aseton
Raksa
Bensin
Udara 2,1 ×10-4
1,12 × 〖10〗^(-3)
1,24 × 〖10〗^(-3)
1,5 ×〖 10〗^(-3)
1,82 × 〖10〗^(-3)
9,6 × 〖10〗^(-3)
3,67×〖 10〗^(-3)
Pemuaian volume zat cair
∆V = V - V0 = pertambahan volume (m3)
V = volume akhir benda (m3) γ = koefisien muai volume
Gas juga mengalami pemuaian layaknya pada pemuaian zat cair dan zat padat. Khusus untuk pemuaian zat gas agak berbeda dengan pemuaian zat padat dan pemuaian zat cair. Salah satu perbedaan antara zat gas dengan zat padat dan cair adalah volume zat gas dapat diubah-ubah dengan mudah. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian gas disebut dilatometer.
Pemuaian gas dibedakan menjadi: pemuaian gas pada tekanan tetap dan pemuaian gas pada volume tetap
Pemuaian Gas Pada Volume Tetap (Hukum Gay-Lussac)
Pemuaian gas pada volume tetap yaitu jika volume gas di dalam ruang tertutup dijaga tetap, maka tekanan gas sebanding dengan suhu mutlaknya. Dirumuskan sebagai atau
untuk gas dari keadaan (1) ke keadaan (2), berlaku persamaan
dengan
P = tekanan (atm)
V = volume (L)
T = suhu (K)
Pemuaian gas pada tekanan tetap (Hukum Charles)
Pemuaian gas pada tekanan tetap yaitu gas di dalam ruang tertutup dengan tekanan dijaga tetap, maka volume gas sebanding dengan suhu mutlak gas. Dalam bentuk persamaan dapat dituliskan sebagai:
atau
untuk gas dari keadaan (1) ke keadaan (2), berlaku persamaan
dengan
V=volume(L)
T = suhu (K)
Hukum Boyle
Pada temperatur konstan, volume gas dalam ruangan berbanding terbalik dengan tekanannya. Gas yang berada dalam ruangan tertutup memiliki volume yang sama dengan volume ruang. Jika dalam ruang tersebut suhunya tetap, maka hubungan tekanan dan volume gas, dirumuskan sebagai berikut.
atau
apabila terjadi pada dua keadaan dengan suhu sama sedangkan keseimbangannya berbeda maka persamaan di atas menjadi
Dengan
P = tekanan (atm)
V = volume (L)
hukum Boy-Gay Lussac
Sehingga untuk keadaan suatu gas dinyatakan dengan tiga variabel, yaitu tekanan p, volume V, dan suhu mutlak T. Persamaan keadaan gas ini bisa diperoleh dengan menghubungkan persamaan dari ketiga hukum di atas sehingga diperoleh persamaan keadaan gas ideal atau hukum Boy-Gay Lussac.
Persamaan keadaan gas ideal
Pemuaian zat dalam kehidupan sehari-hari
Jenis Pemuaian Zat
Contoh Pemuaian Zat
Pemuaian Zat padat Rel Kereta Api yang bengkok karena panas
Kabel listrik/telepon yang lebih kendur ketika siang hari
Bimetal pada alat-alat listrik seperti pada setrika yang akan mati sendiri ketika sudah terlalu panas.
Pemuaian pada kaca rumah.
Mengeling Pelat Logam Umumnya dilakukan
pada pembuatan container dan badan kapal besar.
Pemasangan Ban Baja pada Roda Lokomotif
Dilakukan dengan cara memanaskan ban baja hingga memuai kemudian dipasangkan pada poros roda,setelah dingin akan menyusut dan mengikat
kuat.
Zat Cair Termometer Memanfaatkan pemuaian zat cair
(raksa atau alkohol) pada tabung thermometer.
Air dalam panci akan meluap ketika
dipanaskan. (selain dipengaruhi oleh konveksi kalor peristiwa ini juga dipengaruhi oleh pemuaian air)
Pemuaian (zat) Gas Balon yang meletus terkena panas.
Roda kendaraan yang meletus terkena panas
Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor.
Pemuaian terjadi pada 3 zat yaitu pemuaian pada zat padat, pada zat cair, dan pada zat gas.
Pemuaian pada zat gas ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang (untuk satu demensi), pemuaian luas (dua dimensi) dan pemuaian volume (untuk tiga dimensi). Sedangkan pada zat cair dan gas terjadi pemuaian volume.
Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat padat disebut muschenbrock.
Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat cair disebut labu didih.
Pemuaian panjang ∆l = α l0 ∆T
Pemuaian luas ∆A = β l0 ∆T
Pemuaian volume ∆V = V0 γ ∆T
Pada pemuaian gas dibedakan menjadi dua keadaan yaitu pada keadaan tekanan tetap (Isobar) dan keadaan pada volume tetap (Isokhorik).
Pemuaian gas pada tekanan tetap (Isobar) (V₁)/(T₁)=(V₂)/(T₂)
Pemuaian gas pada volume tetap (p₁)/(T₁)=(p₂)/(T₂)
Persamaan gas dalam kasus umum yaitu ketiga variabelnya tidak ada yang dijaga dalam keadaan tetap (p^1 V^1)/T^1 = (p^2 V^2)/T^2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari soal-soal di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d, atau e !!!
Alat yang digunakan untuk membuktikan koefisien muai panjang zat padat yang berbeda-beda adalah . . . . .
Bola magdeburg
Spektroskop
Muschenbrock
Dilamometer
Kalorimeter
Pertambahan panjang suatu batang logam yang dipanaskan adalah . . . . .
Berbanding lurus dengan massa jenis batang
Berbanding terbalik dengan perubahan suhunya
Berbandig lurus dengan penampang melintang batang
Berbanding terbalik dengan koefisien muai panjang batang
Berbanding lurus dengan panjang batang awal
Batang tembaga dengan panjang awal 10 m. Jika koefisien muai panjang tembaga 0,000017/°C, maka pertambahan panjang tembaga tersebut pada kenaikan suhu 50°C adalah . . . . .
0,085 cm
0,85 cm
8,5 cm
85 cm
850 cm
Sekeping logam kuninngan luasnya 500 m2 dipanaskan sehingga suhunya naik 80°C. Apabila koefisien muai panjang kuningan 0,000019/°C, maka pertambahan luas keping kuningan adalah . . . . .
0,76 m2
0,076 m2
1,52 m2
0,152 m2
0,0152 m2
Sebuah balok kaca pada susu 20°C mempunyai volume 200 m3. Balok tersebut dipanaskan sampai suhu 120°C. Jika koefisien muai panjang balok kaca tersebut adalah 9×10-6/°C, maka volume balok kaca tersebut setelah dipanaskan adalah . . . . .
201,14 m3
20,14 m3
2,014 m3
2011,4 m3
20114 m3
Alat yang digunakan untuk menyelidiki koefisien muai zat cair adalah . . . . .
Kalorimeter
kubus leslie
Termometer
Labu didih
Stetoskop
Penerapan pemuaian panjang terdapat pada . . . . .
Pembuatan saklar bimetal
Kabel instalasi listrik dipasang tidak terlalu tegang
Pemasangan ban baja pada roda lokomotif
Pengelingan plat logam
Semua benar
Benzena sebanyak 100 m3 dipanaskan dari suhu 15°C sampai 75°C dan koefisien muai volume benzena 0,0124/°C, maka pertambahan volume benzena sekarang adalah . . . . .
744 m3
74,4 m3
7,44 m3
223,2 m3
22,32 m3
Suatu gas dalam ruang tertutup suhu awalnya 27°C, volumenya 2 liter, gas mengalami proses isobarik dan volumenya mengembang menjdi 4 liter. Suhu gas sekarang adalah . . . . .
320°K
450°K
600°K
435°K
527°K
Suatu jenis gas menempati volume 100 cm3 pada suhu 27°C dan tekanan 1 atm. Jika suhu gas tersebut menjadi 87°C sedangkan menjadi 2 atm, maka volume gas sekarang adalah . . . . .
35 cm3
42 cm3
51 cm3
60 cm3
64 cm3
Mengapa kabel telepon didesain mengendur pada musim panas?.
Berikan contoh dalam kehidupan keseharian yang membuktikan bahwa zat cair memuai lebih besar daripada zat padat!.
Sebuah bola logam memiliki diameter 3 cm dan suhu 20°C. Bola tersebut dipanaskan hingga suhunya menjadi 120°C dan volumenya menjadi 14,2 cm3. Berapakah koefisien muai panjang bola logam?.
Pada sebuah panci alumunium yang volumenya 500 m3 berisi air pada suhu 10°C. Apabila gelas alumunium tersebut dipanaskan sehinnga suhu gelas dan air 50°C. Berapa banyak air yang yang tumpah?. (α alumunium =24×10-6/°C, γ = 2,1×10-4/°C).
Gas ideal pada tekanan 105 N/m2 dan suhunya 275 K mempunyai volume 2,25 m3. Gas ini mengalami proses isokhorik tekanannya menjadi 1,2×105 N/m2, kemudian proses isobarik pada tekanan 1,5×105 N/m2 sampai volumenya 4,5 m3. Tentukan suhu akhir gas ini!.
Yunianto, Muhtar. 2007. Fisika SMA. Surakarta : Haka MJ
Kanginan, M. 2013. Fisika Untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga
Abdullah , M. 2006. FISIKA 1B SMA dan MA. Bandung : esis
Lampiran 1: Kunci Jawaban
Uji Kompetensi 1
C
E
B
C
A
D
E
B
C
10. D
Lampiran 2: LKS 01
Mengamati Pemuaian
Apa saja yang mempengaruhi pemuaian?
Siapkan air sebanyak 300 mL dab tabung kaca tahan api bervolume 500 mL!
Masukkan air ke dalam tabung kaca, kemudian ukur suhunya!
Panaskan tabung kaca tersebut dengan suhu tertentu, kemudian ukur kembali suhunya!
Isikan data pengamatan anda dalam tabel berikut!
T awal (°C) Takhir (°C) ∆T (°C) V awal (mL) V akhir (mL) ∆V (mL)
Kenaikan suhu air berasal dari proses pemansan. Berdasarkan pangamatan Kalian, pemuaian apa yang terjadi?
Buatalah kesimpulan dari kegiatan ini!
konsep optik
KONSEP OPTIK
1. KONSEP TEORI CAHAYA (SPEKTRUM WARNA)
a. Sejarah Konsep Ditemukan
Saat Newton masih belia, cahaya diyakini tersusun atas satu warna, atau bisa disebut monokromatik. Robert Boyle, Robert Hooke, serta seorang filosof sekaligus saintis Prancis, Rene Descartes telah melakukan penelitian mengenai warna ini. Newton tertarik untuk melakukan pengujian dengan menggunakan prisma dan kaca. Ketika cahaya diarahkan ke kaca, cahaya itu akan dipantulkan dan ketika diarahkan ke prisma, cahaya putih dapat memunculkan banyak warna seperti violet (lembayung), indigo (nila), biru, hijau, kuning, orange (kuning jeruk) dan merah. Newton juga banyak melakukan eksperimen di alam dengan media seperti minyak, air, gelembung sabun dan lain-lain. Berdasarkan penelitian itu, Newton menyimpulkan bahwa cahaya pada umumnya terdiri atas sekumpulan partikel yang disebut corpuscles, ini berbeda dengan teori cahaya yang telah diterima sebelumnya. Cahaya putih terang mengandung semua panjang gelombang dari spektrum warna yang terlihat. Newton baru mempublikasikan karya optiknya pada tahun 1692 dan teori barunya ini baru diterima pada 1715 (Surya, 2004).
b. Analisis Filosofi
Berdasarkan sejarah konsep teori cahaya pada spektrum warna ditemukan, Issac Newton menemukan konsep cahaya putih yang berbeda dengan konsep cahaya putih yang ditemukan sebelumnya oleh peneliti lain. Hal ini sesuai dengan filsafat pragmatisme. Pragmatisme memandang segala sesuatu yang dialami manusia (pengalaman) dapat diamati oleh panca indera, bersifat plural (pluralistic), dan terus menerus berubah. Pengetahuan dinyatakan benar apabila dapat dipraktekan, memberikan hasil, dan memuaskan. Cara memperoleh pengetahuan melalui metode ilmiah. Suatu pengetahuan hendaknya dapat diverifikasi dan diaplikasikan dalam kehidupan. Berdasarkan sudut pandang tersebut, ilmuwan dengan melakukan eksperimen selalu berusaha mencari kebenaran tentang teori cahaya spektrum warna. Hal ini dimaksudkan agar dapat memajukan peradaban manusia, salah satunya dengan memanfaatkan cahaya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut aliran filsafat pragmatisme, secara epistemologi, pengetahuan merupakan pengalaman yang bersifat praktis dan berguna. Hidup bukan mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Secara ontologi, kenyataan didasarkan pada sesuatu yang tampak. Secara aksiologi, manusia yang bertanggung jawab dan menentukan dampak-dampak dari suatu nilai.
c. Cara Membelajarkan Konsep Tersebut
Pembelajaran di dalam kelas diperlukan pendekatan serta model belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada Sutarman, dkk (2009: 7-11) diuraikan beberapa model pembelajaran yang dapat mencapai sebagian besar tujuan pembelajaran fisika yang dikembangkan berdasarkan orientasi filsafat pendidikan dan teori psikologi pembelajaran tertentu.
Berdasarkan filsafat yang digunakan yaitu pragmatisme maka cara membelajarkan konsep teori cahaya pada spektrum warna sebagai berikut.
1) Belajar diperoleh dari pengalaman.
2) Pembelajaran dihubungkan dengan peristiwa sehari-hari
3) Pendidikan merupakan preoses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman individu.
4) Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru. Hal ini dikarenakan tujuannya selalu berubah menyesuaikan kebutuhan/kepentingan.
Pemberian pengalaman langsung, memberikan dugaan-dugaan sementara, dan eksperimen, dirasa sangat sesuai dengan sejarah dan filsafat yang mendasari perkembangan teori cahaya pada spektrum warna. Konsep teori cahaya pada spektrum warna dapat diajarkan dengan metode eksperimen dan demontrasi. Pada awalnya siswa diperkenalkan dengan cahaya monokromatik, yang terdiri dari satu warna, yaitu cahaya putih. Kemudian siswa melakukan eksperimen dengan menggunakan kaca prisma sehingga siswa dapat membuktikan bahwa cahaya putih terang mengandung semua panjang gelombang dari spektrum warna yang terlihat.
2. KONSEP LENSA CEKUNG
a. Sejarah Konsep Ditemukan
Untuk semua eksperimen lensa, Ibnu Haitham membuat sendiri lensa dan cermin cekung melalui mesin bubut yang ia miliki. Eksperimennya yang tergolong berhasil saat itu menemukan titik fokus sebagai tempat pembakaran terbaik, saat itu, ia berhasil mengawinkan cermin-cermin bulat dan parabola. Semua sinar yang masuk dikonsentrasikan pada sebuah titik fokus sehingga menjadi titik bakar.
Bukunya tentang optik, Kitab Al-Manazir, diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh F. Risner dan diterbitkan oleh Basle pada tahun 1572 M. karyanya ini, bersama karya-karya optik lainnya, sangat mempengaruhi ilmuwan abad pertengahan, seperti Roger Bacon, Johannes Keppler, dan Pol Witello. Diyakini, banyak karya-karya monumental dari mereka diilhami oleh hasil eksperimen yang dilakukan Alhazen atau Ibnu Haitham.
Johannes Kepler (1571 M - 1630 M), seorang tokoh penting dalam revolusi ilmiah, ia adalah seorang astronom Jerman, matematikawan dan astrolog. Ia paling dikenal melalui hukum gerakan planetnya. Kepler sangat dihargai bukan hanya dalam bidang matematika, tetapi juga di bidang optik dan astronomi. Penjelasan Kepler tentang pembiasan cahaya tertuang dalam buku Supplement to Witelo, Expounding the Optical Part of Astronomy (Suplemen untuk Witelo, Menjabarkan Bagian Optik dari Astronomi). Buku Kepler itu adalah tonggak sejarah di bidang optik. Ia adalah orang pertama yang menjelaskan cara kerja mata. Ia benar-benar paham tentang pemantulan total dan cara menemukan apa yang sekarang kita “sebut sudut kritis”. Ia mempelajari pembiasan atmosfer yang berakibat pada posisi semu benda-benda langit seperti yang nampak sekarang, dan menyelesaikan sebuah rumus pendekatan, untuk menerima kesalahan-kesalahan penglihatan, dari zenit ke horizon. Ia yang pertama kali mengusulkan tentang bentuk lensa itu cekung.
b. Analisis Filosofi
Berdasarkan sejarah konsep pembiasan ditemukan oleh Johannes Kepler dengan menggunakan informasi sebelumnya yang diperoleh kemudian menyelesaikan rumus pendekatan, sehingga filsafat yang sesuai dengan cara menemukan konsep tersebut adalah filsafat perennialisme. Filsafat ini belajar dari hal yang lama karena yang lama baik karena teruji dan budaya lama dijadikan dasar untuk belajar pada masa yang akan datang. Menurut perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Apabila pemiikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Oleh karena itu, secara epistemologis, manusia harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui metode diskusi
c. Cara Membelajarkan Konsep Tersebut
Pembelajaran di dalam kelas diperlukan pendekatan serta model belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam Sutarman, dkk (2009:7-11) diuraikan beberapa model pembelajaran yang dapat mencapai sebagian besar tujuan pembelajaran fisika yang dikembangkan berdasarkan orientasi filsafat pendidikan dan teori psikologi pembelajaran tertentu.
Berdasarkan Filsafat yang digunakan yaitu perennialisme maka cara membelajarkan konsep Lensa, siswa harus mengetahui materi pembiasan dan pemantulan dulu. kemudian memberikan contoh yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dengan memberikan bermacam-macam contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dari contoh-contoh tersebut siswa dapat mengambil kesimpulan yang bersifat umum.
Beberapa prinsip pendidikan perenialisme secara umum (Sadulloh. 2011), yaitu:
1. Menghendaki pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai Abad Pertengahan, karena jiwa pada Abad Pertengahan telah merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah dapat menemukan adanya prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan evidensi-evidensi diri sendiri. Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan.
2. Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan yang kebenarannya pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisir dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal.
Prinsip Kerja Detektor Geiger Muller
Detektor Geiger Muller meupakan salah satu detektor yang berisi gas. Selain Geiger muller masih ada detektor lain yang merupakan detektor isiann gas yaitu detektor ionisasi dann detektor proporsional. Ketiga macam detektor tersebut secara garis besar prinsip kerjanya sama, yaitu sama-sama menggunakan medium gas. Perbedaannya hanya terletak pada tegangan yang diberikan pada masing-masing detektor tersebut.
Apabila ke dalam labung masuk zarah radiasi maka radiasi akan mengionisasi gas isian. Banyaknya pasangan eleklron-ion yang lerjadi pada deleklor Geiger-Muller tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebul elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan bergerak kearah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak kea rah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. sedangkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk membentukelektron dan ion tergantung pada macam gas yang digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi atom-atom sekitarnya. sehingga menimbulkan pasangan elektron-ion sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder inipun masih dapat menimbulkan pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya. sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus (avalence).
Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negative elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke dinding tabung (katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek muatan ruang atau space charge effect.
Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan maksimum yang membatasi berkumpulnya elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek muata ruang harus dihindari dengan menambah tegangan V. penambahan tegangan V dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali. Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat tambahan tenaga kinetic akibat penambahan teganganV.
Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan alektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama. Sehingga detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung energi dari zarah radiasi yang datang.
Kamis, 16 April 2015
29.1 Medan Magnet Dan Gaya-Gaya Magnetik
Interaksi antara benda-benda bermuatan disebut medan listrik. Medan listrik ada di sekitar muatan listrik. Selain mengandung medan listrik, daerah di sekitar muatan listrik yang bergerak juga mengandung medan magnet. Medan magnet dapat digambarkan dengan garis-garis medan magnet, seperti Gambar 29.1 berikut.
Gambar 29.1 Jarum kompas dapat digunakan untuk menandai
garis-garis medan magnet di dalam daerah di luar magnet batang
Eksperimen pada partikel bermuatan yang berbeda-beda dan bergerak di dalam medan magnet memberikan hasil-hasil sebagai berikut:
Besar gaya magnetik FB yang bekerja pada partikel sebanding dengan muatan q dan sebanding dengan kecepatan partikel ν.
Besar dan arah FB bergantung pada kecepatan partikel dan pada besar dan arah medan magnet B.
Ketika sebuah partikel bermuatan bergerak sejajar dengan vektor medan magnet, gaya magnetik yang bekerja pada partikel adalah nol.
Ketika vektor kecepatan partikel membentuk sudut θ ≠ 0 dengan medan magnet, gaya magnetik yang berada pada arah yang tegak lurus terhadap kedua ν dan B; yang berarti FB tegak lurus dengan bidang yang dibentuk oleh ν dan B (Gambar 1.2a).
Gaya magnetik yang dihasilkan pada muatan positif arahnya berlawanan dengan arah gaya magnetik yang dihasilkan pada muatan negatif yang bergerak pada arah yang sama (Gambar 1.2b).
Besar gaya magnetik yang dihasilkan pada partikel yang sedang bergerak sebanding dengan sin θ, di mana θ adalah sudut vektor kecepatan partikel yang terbentuk dengan arah B.
Persamaan di atas dapat dipandang sebagai definisi operasional dari medan magnet pada berbagai titik dalam ruang. Artinya medan magnet dapat di definisikan dalam hal gaya yang bekerja pada partikel bermuatan yang sedang bergerak.
(b)
(a)
Gambar 29.3 Arah gaya magnetik FB yang bekerja pada sebuah partikel bermuatan yang bergerak dengan kecepatan ν di dalam pengaruh medan magnet B. (a) Gaya magnetik tegak lurus terhadap ν dan B. (b) Gaya magnetik FB dihasilkan pada arah yang berlawanan pada kedua partikel bermuatan yang berlawanan tanda yang bergerak pada kecepatan sama di dalam medan magnet.
(b)
Gambar 29.4 Dua aturan tangan kanan untuk mengetahui arah gaya magnetik FB = qν x B yang bekerja pada sebuah partikel bermuatan q yang bergerak dengan kecepatan ν di dalam medan magnet B. (a) Dengan aturan ini, jari-jarinya mengarah ke arah ν, di mana B keluar dari telapak tangan Anda sehingga Anda dapat melengkungkan jari-jari Anda ke arah B. Arah dari ν x B, dan gaya yang bekerja pada muatan positif adalah arah yang ditunjukkan oleh ibu jari. (b) Di dalam aturan ini, vektor ν adalah arah yang ditunjukkan ibu jari dan B adalah arah jari-jari Anda. Gaya FB pada muatan positif arahnya keluar dari telapak tangan Anda, seperti jika Anda menekan partikel dengan tangan Anda.
Besar gaya magnetik pada partikel bermuatan adalah:
FB = |q| ν B sinθ
Di mana θ adalah sudut lancip antara ν dan B. Dari rumusan ini, kita memahami bahwa FB nol ketika ν sejajar atau antisejajar dengan B (θ = 0o atau 180o) dan maksimum ketika ν tegak lurus B (θ = 90o).
Beberapa perbedaan antara gaya listrik dan gaya magnetik:
Gaya listrik bekerja sepanjang arah medan listrik, sementara gaya magnetik tegak lurus medan magnet.
Gaya listrik bekerja pada partikel bermuatan, terlepas dari apakah partikel tersebut bergerak atau tidak, sementara gaya magnetik bekerja pada partikel bermuatan hanya ketika partikel tersebut bergerak.
Gaya listrik melakukan usaha saat memindahkan suatu partikel bermuatan, sementara gaya magnetik yang dikaitkan dengan suatu medan magnet yang tunak tidak melakukan usaha ketika partikel dipindahkan karena gayanya tegak lurus perpindahannya.
29.2 Gaya Magnetik Yang Bekerja Pada Konduktor Berarus
Jika gaya magnetik dihasilkan pada partikel bermuatan tunggal ketika partikel bergerak melalui suatu medan magnet, maka kawat yang dialiri arus juga mengalami gaya ketika ditempatkan dalam sebuah medan magnet. Arus adalah muatan yang bergerak. Oleh sebab itu, gaya resultan yang dihasilkan oleh medan di kawat adalah penjumlahan vektor dari masing-masing gaya yang dihasilkan pada semua partikel bermuatan yang membentuk arus. Gaya yang dihasilkan pada partikel diteruskan ke kawa ketika partikel bertumbukan dengan atom yang membentuk kawat.
Gambar 29.8 Sebuah potongan kawat berarus berada di dalam medan magnet B. Gaya magnetik yang dihasilkan pada masing-masing muatan yang membentuk arusnya adalah qvd x B dan gaya total pada potongan dengan panjang L adalah IL x B.
Kawat lurus yang memiliki panjang L dan luas penampang A, membawa arus I di dalam medan magnet homogen B, seperti pada gambar 29.8. Gaya magnetik yang dihasilkan pada muatan q yang bergerak dengan kecepatan νd adalah qνd x B. Untuk memperoleh gaya total yang bekerja pada kawat, kita menjumlahkan gaya qνd x B yang dihasilkan pada masing-masing muatan di dalam potongan kawat itu adalah nAL, di mana n adalah jumlah muatan per satuan volume. Oleh karena itu, gaya magnetik total pada kawat sepanjang L adalah:
FB = (qνd x B) nAL
Kita dapat menuliskan rumus ini dalam bentuk yang lebih sederhana dengan catatan bahwa, arus di dalam kawat I = nqνdA. Jadi,
FB = IL x B
Di mana L adalah vektor yang menunjukkan arah arus I dan memiliki besar yang sama dengan panjang L. Rumus tersebut hanya berlaku pada kawat homogen.
Gaya magnetik yang dihasilkan pada potongan kecil dari panjang vektor ds di dalam keberadaan medan B adalah:
dFB = I ds x B
di mana dFB mengarah keluar kertas untuk arah B dan ds pada Gambar 29.9 maka kita dapat mendefinisikan medan magnet B dalam hal gaya yang dapat diukur yang dihasilkan pada elemen arus di mana gayanya maksimum saat B tegak lurus terhadap elemen dan nol saat B sejajar elemennya.
Gambar 29.9 Sebuah potongan kawat berbentuk sembarang berarus I
di dalam medan magnet B mengalami gaya magnetik.
Untuk menghitung gaya toal FB yang bekerja pada kawat yang ditunjukkan pada Gambat 29.9. Kita mengintegralkan persamaan dFB = I ds x B sepanjang kawat:
FB = I [∫_a^b▒ds] x B
Di mana a dan b melambangkan titik-titik ujung kawat. Ketika integralnya dihitung, besar medan magnet dan arah medan dengan vektor ds bisa berbeda di titik-titik yang berbeda. Besaran ∫_a^b▒ds merepresentasikan penjumlahan vektor sepanjang kawat dari a ke b. Oleh karena itu, persamaan FB = I [∫_a^b▒ds] x B dapat disederhanakan menjadi:
FB = I Ľ x B
Maka dapat disimpulkan bahwa gaya magnetik pada kawat melengkung berarus yang berada di dalam medan magnet homogen sama dengan gaya magnetik pada kawat lurus yang menghubungkan kedua titik ujung kawat dan membawa arus yang sama.
29.3 Torsi Pada Loop Berarus Di Dalam Medan Magnet Homogen
Sebuah loop segi empat yang membawa arus I di dalam medan magnet homogen yang berarah sejajar bidang loop, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.6. Tidak ada gaya magnetik yang bekerja pada titik 1 dan 3 karena kawat ini sejajar medannya. Oleh karena itu, L x B = 0 untuk sisi-sisi ini. Meskipun demikian, ada gaya magnetik yang bekerja pada sisi 2 dan 4 karena sisi-sisi ini tegak medannya.
Gambar 29.13 (a) Tampak atas dari loop berarus berbentuk segi empat di dalam medan magnet homogen
Besar gaya-gaya ini adalah:
F2 = F4 = IaB
Arah F2, gaya magnetik yang dihasilkan pada kawat 2, adalah keluar kertas, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6. Arah F4, gaya magnetik yang dihasilkan pada kawat 4, adalah ke dalam kertas, pada gambar yang sama. Jika kita meninjau loop ini dari sisi 3 dan melihat sepanjang sisi 2 dan 4, maka kita akan melihat gambar sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.7, dan gaya magnetik F2 juga F4 memiliki arah seperti yang ditunjukkan.
Gambar 29.13 (b) Tampak tepi dari loop, dilihat dari sisi 2 dan 4, menunjukkan bahwa gaya magnetik F2 dan F4 yang dihasilkan pada kedua sisi ini mengakibatkan sebuah torsi yang cenderung memutar loop searah jarum jam
Perhatikan bahwa kedua gaya ini berlawanan arah tetapi tidak mengarah sepanjang garis aksi yang sama. Jika sumbu loop dibuat sedemikian hingga dapat berotasi di sekitar titik O. Besar torsi ini, Tmaks, adalah:
Tmaks = F2 b/2 + F4 b/2 = (IaB) b/2 + (IaB) b/2 = IabB
Di mana lengan momen di sekitar O adalah b/2 untuk masing-masing gaya. Oleh karena luas daerah yang dilingkupi oleh loop adalah A = ab, maka kita dapat menyatakan torsi maksimum sebagai:
Tmaks = IAB
Hasil torsi maksimum ini berlaku hanya pada saat medan magnetnya sejajar dengan loopnya. Rotasinya searah jarum jam ketika ditinjau dari sisi 3, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.8. Jika arah arusnya dibalik, maka arah gayanya juga akan terbalik dan kecenderungan rotasinya akan berlawanan arah jarum jam.
Gambar 29.14 Suatu tampak tepi dari loop pada Gambar 29.13 (b)
yang dirotasikan pada suatu sudut terhadap medan magnetnya.
Sekarang misalkan medan magnet homogennya membentuk sudut θ < 90o dengan garis yang tegak lurus bidang loop, seperti pada Gambar 1.9. Untuk lebih jelasnya kita asumsikan B tegak lurus sisi 2 dan 4. Dalam kasus ini, gaya magnetik F1 dan F3 yang dihasilkan pada sisi 1 dan 3 saling menghilangkan sehingga tidak menghasilkan torsi karena melewati suatu titik asal bersama. Meskipun demikian, gaya magnetik F2 dan F4 yang bekerja pada sisi 2 dan 4 menghasilkan torsi di semua titik. Berdasarkan gambar tampak tepi dari Gambar 1.9, kita perhatikan bahwa lengan momen F2 di sekitar titik O sama dengan (b/2) sin θ. Begitu juga dengan lengan momen F4 di sekitar O yang besarnya (b/2) sin θ. Oleh karena F2 = F4 = IaB,
maka besar torsi total di sekitar O adalah:
Τ = F2 b/2 sin θ + F4 b/2 sin θ
= IaB ( b/2 sin θ) + IaB (b/2 sin θ) = IabB sin θ
= IAB sin θ
Di mana A = ab adalah luas loopnya. Hasil ini menunjukkan bahwa torsi memiliki nilai maksimum IAB pada saat medannya tegak lurus terhadap normal bidang loop ( θ = 90o), seperti yang telah kita ketahui ketika membahas Gambar 1.7, dan nol ketika medannya sejajar dengan normal bidang loop ( θ = 0).
Pernyataan yang lebih mudah untuk torsi yang dihasilkan di loop yang berada dalam medan magnet homogen B adalah:
Τ = IA x B
Di mana A, vektor yang ditunjukkan pada gambar 1.9, tegak lurus bidang loop dan memiliki besar yang sama dengan luas loop. Kita memperoleh arah A dengan menggunakan aturan tangan kanan.
Hasil kali IA didefinisikan sebagai momen dipol magnetik µ (sering disebut “momen magnetik”) dari loop:
µ = IA
Satuan SI untuk momen dipol magnetik adalah ampere-meter2 (A . m2). Dengan menggunakan definisi ini, kita dapat menyatakan torsi yang dihasilkan pada loop berarus di dalam medan magnet B sebagai:
Τ = µ x B
Perhatikan bahwa hasil ini serupa dengan Persamaan τ = p x E, untuk torsi yang dihasilkan pada dipol listrik di dalam medan listrik E di mana p adalah momen dipol listriknya.
Meskipun kita telah mendapatkan torsi untuk arah tertentu dari B dengan loop sebagai acuannya, persamaan τ = µ x B berlaku untuk sembarang arah. Selanjutnya, meskipun kita telah menurunkan rumus torsi untuk loop segi empat, hasilnya tetap berlaku untuk loop yang bentuknya sembarang.
Jika suatu kumparan terdiri atas U lilitan kawat, yang masing-masing membawa arus yang sama dan melingkupi luas daerah yang sama, maka momen dipol magnetik total dari kumparan adalah U dikalikan dengan momen dipol magnetik untuk satu lilitan.
Torsi pada U lilitan kumparan adalah U dikalikan dengan torsi pada kumparan dengan satu lilitan. Dengan demikian, kita menuliskan τ = Nµloop x B = µkumparan x B.
Energi potensial sistem dipol magnet di dalam medan magnet bergantung pada orientasi dipol di dalam medan magnet tersebut dan dinyatakan oleh:
U = -µ . B
Dari pernyataan ini, kita memahami bahwa sistem memiliki energi terendahnya Umin = -µB ketika µ searah dengan B. Sistem memiliki energi tertingginya Umaks = +µB ketika µ berlawanan arah dengan B.
29.4 Gerak partikel bermuatan dalam medan magnet homogen
Ada suatu partikel bermuatan positif yang bergerak dalam medan magnet homogen dengan vektor kecepatan awal partikel tegak lurus medan magnetnya (gambar 29.18). hal itu menunjukkan bahwa partikel bergerak dalam suatu lingkaran pada bidang yang tegak lurus dengan medan magnetnya. Partikel bergerak dalam lintasan berbentuk lingkaran karena gaya magnetik FB tegak lurus v dan B dan mempunyai besar yang konstan, yaitu qvB. Jika q bermuatan positif maka arah rotasinya berlawanan dengan jarum jam, dan sebaliknya (Gambar 29.18).
Gaya magnetik diturunkan sehingga dihasilkan perkalian antara massa partikel dan percepatan sentripetal.
∑▒〖F=ma_c 〗
F_B=qvB=(mv^2)/r
r=mv/qB
Kelajuan sudut dari partikel dan periode geraknya adalah
ω=v/r=qB/m ; T=2πr/v=2π/ω=2πm/qB
Suatu partikel bermuatan bergerak dalam suatu medan magnet homogen dengan suatu kecepatan pada suatu sudut terhadap B maka lintasanya berupa heliks. Pada gambar 29.19, jika medannya berarah x, maka tidak akan ada komponen gaya pada arah x. Akibatnya ax=0 dan komponen x dari kecepatannya tetap konstan. Tetapi, gaya magnetik qv x B menyebabkan komponen vy dan vz berubah terhadap waktu dan hasilnya adalah lintasan berupa heliks yang sumbunya sejajar medan magnet. Agar kelajuan sudut dan periode ada maka v diganti dengan v = √(〖v_x〗^2+〖v_y〗^2 )
Suatu partikel bermuatan bergerak dalam medan magnet yang tidak homogen, gerakannya menjadi kompleks. Pada gambar 29.21, partikel bergerak bolak-balik antara dua posisi. Sebuah partikel bermuatan bergerak menempuh lintasann spiral sepanjang garis-garis medan magnet hingga sampai ke ujung lain. Dan berbalik arah dan melintas kembali sehingga dikenal konfigurasi botol magnetik karena terperangkapnya partikel bermuatan.
Contoh hal ini adalah sabuk Van Allen atas partikel-partikel bermuatan yang mengitari Bumi dalam wilayah tertentu (gambar 29.22).
29.5 Aplikasi yang melibatkan partikel bermuatan yang bergerak dalam medan magnet
Suatu muatan yang bergerak dengan kecepatan v di dalam medan listrik E dan medan magnet B akan mengalami baik gaya listrik qE maupun gaya magnetik qv x B. Gaya total yang bekerja pada muatan disebut gaya lorentz.
F=qE+qv x B
Pemilih kecepatan
Pada gambar 29.23 jika q bernilai positif dan kecepatan v adalah ke kanan, maka gaya magnetik qv x B akan ke atas dan gaya listrik qE akan ke bawah. Saat besar kedua medan sama maka partikel akan lurus melalui kedua medan. Karena qE = qv x B, didapat: v = E/B.
Partikel dengan kelajuan v dapat melewati kedua medan tersebut. Jika kelajuan v lebih tinggi maka dibelokkan ke atas dan sebaliknya.
Spektrometer massa
Spektrometer massa memisahkan ion-ion berdasarkan rasio massa terhadap muatannya. Pada gambar 29.24 dijelaskan bahwa saat sinar ion memasuki alat pemilih kecepatan dan masuk ke medan magnet homogen B0, ion-ionya bergerak sepanjang lintasan dengan jari-jari r sebelum menumbuk rangkaian detektor pada titik P. Jika ion bermuatan positif maka dibelokkan ke atas dan sebaliknya.
Berdasarkan hal itu, didapat rasio m/q sebagai
m/q= (rB_0)/v
Sehingga diperoleh m/q= (rB_0 B)/E
Oleh karena itu, kita dapat menentukan m/q dengan mengukur jari-jari kelengkungan dan mengetahui besar medan B, B0, dan E.
Hal di atas hasil representasi dari percobaan J.J Thomson (1856-1940) yaitu percobaan mengukur rasio e/me untuk elektron (gambar 29.25).
Siklotron
Siklotron adalah suatu alat yang dapat mempercepat partikel bermuatan hingga memperoleh kelajuan yang sangat tinggi.
Energi kinetik ion ketika keluar dari siklotron dalam R yaitu jari-jari dengan v=qBR/m, sehingga K= ½ mv^2 = (q^2 B^2 R^2)/2m
29.6 Efek Hall
Efek hall berasal dari pembelokkan pembawa muatan ke salah satu sisi dari konduktor sebagai hasil dari gaya magnetik yang dialaminya. Susunan pengamatan efek hall terdiri dari konduktor pipih dialiri arus I arah x dan medan magnet homogen B arah y (gambar 29.28) dan mengukur beda potensial yaitu tegangan hall pada gambar 29.29.
Penurunan tegangan hall, gaya magnetik pada muatan sebesar qvdB. Keadaan setimbang, gaya magnetik disetimbangkan gaya listrik qEH, dimana EH adalah medan hall. Sehingga didapat
qvdB = qEH ; EH = vdB
jika d lebar konduktor, maka tegangan hallnya: ΔVH = EHd = vdBd
dengan mengukur arus pada sampel diperoleh rapat pembawa muatan n, maka kelajuan hanyutnya sebesar,
vd = I/nqA , A adalah luas penampang silang konduktor.
Berdasarkan hasil vd, disubstitusikan ke rumus tegangan hall, sehingga diperoleh
ΔVH = IBd/nqA
karena A = td, t adalah ketebalan konduktor maka diperoleh;
ΔVH = IB/nqt = (R_H IB)/t
Dimana RH = I/mq disebut koefisien Hall. Hubungan ini menunjukkan bahwa sebuah konduktor yang dikalibrasi baik dapat digunakan untuk mengukur besar medan magnet yang tidak diketahui.
SUMBER MEDAN MAGNET
SUMBER-SUMBER MEDAN MAGNET
Hukum Biot-Savart
Dari percobaan mereka, Biot dan Savart menemukan suatu persamaan matematika yang memberikan nilai medan magnet pada suatu titik dalam ruang dengan bentuk arus yang menghasilkan medan tersebut. Persamaan tersebut didasarkan pada pengamatan percobaan berikut untuk medan magnet dB di titik P pada elemen panjang ds seutas kawat berarus tetap I:
Vektor dB tegak lurus ds (yang mengarah pada arah arus) dan vertor satuan r ̂ yang mengarah dari ds ke P.
Besar nilai dB berbanding terbalik dengan r2, di mana r adalah jarak dari ds ke P.
Besar nilai dB sebanding dengan arus dan besar nilai ds dari elemen panjang ds.
Besar nilai dB sebanding dengan nilai sin θ, di mana θ adalah sudut antara vektor ds dan r ̂ .
Pengamatan-pengamatan ini disimpulkan dalam persamaan matematika yang sekarang dikenal sebagai Hukum Biot-Savart
dB= μ_0/4π (I ds x r ̂)/r^2 (30.1)
di mana μ_0 adalah konstanta yang disebut permeabilitas ruang bebas:
μ_0 = 4π x 10-7 T m/A (30.2)
Perhatikan bahwa medan dB dalam persamaan 30.1 adalah medan yang diciptakan oleh arus hanya pada elemen panjang ds yang kecil dari konduktor. Untuk mendapatkan medan magnet total B yang diciptakan pada suatu titik oleh arus berukuran terhingga, kita harus menjumlahkan kontribusi dari semua elemen arus I ds yang membentuk arus tersebut. Artinya, kita harus menghitung B dengan mengintegralkan persamaan 30.1:
B= (μ_0 I)/4π ∫▒( ds x r ̂)/r^2 (30.3)
di mana integralnya diambil pada seluruh distribusi arus.
30.2 Medan Magnet di Antara Dua Konduktor Sejajar
Konduktor-konduktor sejajar yang membawa arus pada arah yang sama akan tarik-menarik dan konduktor-konduktor sejajar yang membawa arus pada arah yang berlawanan akan tolak-menolak. Oleh karena besarnya gaya adalah sama untuk kedua kawat, kita lambangkan besar gaya magnetic antar kawat tersebut sebagai FB. Kita dapat menuliskan besarnya ini dalam bentuk gaya per satuan panjang:
F_B/l= μ_(0I_1 I_2 )/2πa (30.4)
Gaya di antara kedua kawat sejajar digunakan untuk mendefinisikan ampere sebagai berikut.
Ketika besar nilai gaya per satuan panjang di antara dua kawat panjang sejajar yang membawa arus identik dan terpisahkan sejauh 1 m adalah 2 x 10-7 N/m, arus dalam setiap kawat didefinisikan sebagai 1 A.
Satuan Internasional (SI) untuk muatan, yaitu coulomb, didefinisikan dalam ampere:
Ketika sebuah konduktor membawa arus tunak 1 A, besarnya muatan yang mengalir melalui penampang silang konduktor tersebut dalam waktu 1 s adalah 1 C.
30.3 Hukum Ampere
Penemuan Oersted pada tahun 1819 mengenai pembelokkan jarum kompas telah mendemonstrasikan bahwa sebuah konduktor yang berarus menghasilkan medan magnet. Figur 30.1a menunjukkan bagaimana efek ini dapat diperagakan di dalam kelas. Beberapa jarum kompas diletakkan pada bidang horizontal di dekat seutas kawat vertical panjang. Ketika tidak ada arus dalam kawat, semua jarum menunjukkan pada arah yang sama (medan magnet Bumi), seperti telah diduga sebelumnya. Ketika kawat tersebut membawa arus tunak yang kuat, semua jarumnya membelok pada arah garis singgung lingkaran, seperti Figur 30.9b. pengamatan-pengamatan ini mendemonstrasikan bahwa arah medan magnet yang dihasilkan oleh arus kawat sesuai dengan aturan tangan kanan. Ketika arusnya dibalik, jarum pada Figur 30.1b juga ikut berbalik.
Figur 30.1
Sekarang mari kita hitung hasil kali B.ds untuk elemen panjang yang kecil ds pada lintasan lingkaran yang didefinisikan oleh jarum-jarum kompas dan menjumlahkan hasil kali untuk semua elemen panjang lintasan lingkaran tertutup. Sepanjang lintasan lingkran tersebut, vector ds dan B sejajar di setiap titik, jadi B.ds = B ds. Lebih lanjut, besar B konstan pada lingkaran ini dan dinyatakan oleh Persamaan 30.5. Oleh karena itu, jumlah hasil kali B ds sepanjang lintasan tertutup, yang ekuivalen dengan integral garis dari B.ds adalah
∮▒〖B .ds〗=B ∮▒〖ds= μ_0I/2πr (2πr)= μ_0 I〗
Di mana ∮▒ds = 2πr adalah keliling lintasan lingkaran. Walaupun hasil ini dihitung untuk kasus khusus, yaitu lintasan lingkaran yang mengelilingi kawat, ini dapat juga digunakan untuk lintasan tertutup berbentuk apapun (suatu loop amprian) yang mengelilingi arus yang berada dalam suatu rangkaian tidak terputus. Kasus umumnya, yang dikenal sebagai Hukum Ampere, dapat dinyatakan sebagai berikut:
Integral garis B.ds di sekeliling lintasan tertutup mana pun sama dengan μ_0 I, di mana I adalah arus tunak total yang melewati permukaan mana pun yang dilingkupi oleh lintasan tertutupnya.
∮▒〖B .ds〗 = μ_0 I (30.4) Hukum Ampere
Hukum Ampere menjelaskan terciptanya medan magnet oleh semua konfigurasi arus kontinu, tetapi pada tingkat matematika yang kita miliki, hanya bermanfaat bagi kita untuk menghitung medan magnet dan konfigurasi-konfigurasi arus yang memiliki simetri yang berderajat tinggi. Manfaatnya serupa dengan Hukum Gauss dalam menghitung medan listrik untuk distribusi muatan bersimetri tinggi.
30.4 Medan Magnet dari Solenoida
Sebuah solenoid adalah seutas kawat panjang yang berbentuk heliks. Dengan konfigurasi ini, medan magnet yang homogen dapat dihasilkan dalam ruang yang dikelilingi oleh lilitan-lilitan kawat yang akan kita sebut sebagai bagian dalam solenoid- ketika solenoida dialiri arus. Ketika lilitannya rapat, setiap lilitan dapat dianggap (secara pendekatan) sebagai loop lingkaran dan medan magnetnya merupakan jumlah vector dari medan yang dihasilkan oleh semua lilitan.
Jika lilitannya rapat dan solenoidanya memiliki panjang yang terhingga, garis-garis medan magnetnya seperti ditunjukkan pada Figur 30.2a. distribusi garis medan ini serupa dengan garis medan pada magnet batang. Jadi, salah satu berperilaku seperti kutub utara magnet dan ujung yang berlawanan berperilaku seperti kutub selatan. Ketika panjang solenoid bertambah, medan bagia dalamnya menjadi lebih homogeny dan medan bagian luarnya menjadi lebih lemah. Solenoida ideal terjadi ketika lilitannya rapat dan panjangnya lebih besar dari jari-jari lilitannya.
Figur 30.2
Oleh karena solenoidanya ideal, B pada ruang bagian dalam adalah homogeny dan sejajar dengan sumbu dan garis-garis medan magnet dalam ruang bagian luar membentuk lingkaran-lingkaran di sekeliling solenoid. Bayangkan lintasan segi empat dengan panjang l dan lebar w seperti ditunjukkan pada Figur 30.19. Kita dapat menerapkan hukum Ampere pada lintasan tersebut dengan menghitung integral B. ds sepanjang setiap sisi persegi. Kontribusi sepanjang sisi 3 adalah nol karena garis-garis medan magnetnya tegak lurus lintasan dalam daerah ini. Kontribusi sisi 2 dan 4 adalah nol, sekali lagi karena B tegak lurus ds sepanjang lintasan ini, baik di dalam maupun di luar solenoida. Sisi 1 memberikan kontribusi kepada integral karena sepanjang lintasan ini B adalah homogeny dan sejajar dengan ds. Integral sepanjang lintasan segi empat tertutup tersebut adalah
∮▒〖B .ds= 〗 ∮▒〖B .ds= 〗 B ∮▒ds=Bl
Ruas kanan dari Hukum Ampere mengandung arus total I pada daerah yang dibatasi oleh lintasan integralnya. Dalam kasus ini, arus total yang melewati lintasan segi empat sama dengan arus yang melewati setiap lilitan dikalikan jumlah lilitannya. Jika N adalah jumlah lilitan pada panjang l, arus total yang melewati segi empat ini adalah NI. Oleh karena itu, Hukum Ampere yang diterapkan pada lintasan ini menghasilkan
∮▒〖B .ds= 〗 Bl= μ_0 NI
B= μ_0 N/l I= μ_0 nI (30.5)
Persamaan 30.17 berlaku hanya untuk titik-titik di dekat pusat (yaitu yang jauh dari ujung) dari solenoid yang sangat panjang. Sesuai pikiran kita, medan di dekat setiap ujung adalah lebih kecil daripada nilai yang diberikan oleh Persamaan 30.5. Pada ujung soledoina yang sangat panjang, besar medannya dalah setengah besar medan di pusat.
30.5 Fluks Magnetik
Fluks yang terkait dengan medan magnet didefinisikan dalam bentuk yang mirip dengan bentuk yang digunakan untuk mendefinisikan fluks listrik. Bayangkan sebuah elemen luas dA pada permukaan sembarang, seperti ditunjukkan pada Figur 30.3. Jika medan magnet pada elemen ini adalah B, fluks magnetic yang menembus elemen tersebut adalah B . dA, di mana dA adalah vector yang tegak lurus permukaan dan besarnya sama dengan luas dA. Oleh karena itu, fluks magnetic total Φ_B yang melewati permukaan adalah
Φ_B= ∫▒〖B .dA〗 (30.6)
Bayangkan suatu kasus khusus, yaitu sebuah bidang dengan luas A dalam medan homogen B yang membentuk sudut θ dengan dA. Fluks magnetic yang menembus bidang tersebut dalam kasus ini adalah
Φ_B=BA cos〖θ 〗 (30.7)
Satuan fluks magnetic adalah T. m2, di mana didefinisikan dalam satuan weber (Wb); 1 Wb = 1 T. m2.
30.6. Hukum Gauss dalam Magnetisme
Fluks listrik yang menembus sebuah permukaan tertutup yang mengelilingi muatan adalah sebanding dengan muatan tersebut (Hukum Gauss). Dengan kata lain, jumlah garis medan listrik yang meninggalkan permukaan hanya bergantung pada muatan di dalamnya. Sifat ini didasarkan pada fakta bahwa garis-garis medan listrik bermula dan berakhir pada muatan listrik.
Hukum Gauss dalam magnetism menyatakan bahwa
30.7. Arus Pergesaran dan Bentuk Umum Hukum Ampere
Dalam persamaan ∮▒〖B.ds=μ_0 I〗, integral garis dilakukan sepanjang lintasan tertutup mana pun yang dilewati oleh arus konduksi, dimana arus konduksi didefinisikan oleh persamaan I=dq⁄dt. Hukum Ampere dalam bentuk ini berlaku hanya jika setiap medan listrik yang ada konstan terhadap waktu. Maxwell menyadari batasan ini dan memodifikasi Hukum Ampere untuk memasukkan medan listrik yang berubah-ubah terhadap waktu.
Bayangkan sebuah kapasitor yang diberi muatan seperti pada figure 30.25. Ketika arus konduksi muncul, muatan pada keping positif berubah, tetapi tidak arus konduksi muncul di antara kedua keping. Ketika kita anggap lintasan p melingkupi S1, maka ∮▒〖B.ds=μ_0 I〗 karena konduksi melingkupi S1. Ketika lintasannya dianggap melingkupi S2, maka ∮▒〖B.ds=0〗 karena tidak ada arus konduksi yang melewati S2. Dengan demikian, kita memperoleh situasi yang bertentangan yang muncul dari suatu arus yang diskontinu! Maxwell memecahkan masalah ini dengan menggunakan suatu suku tambahan pada ruas kanan Persamaan 30.13, yang mengandung sebuah faktor yang disebut arus pergeseran Id, yang didefinisikan sebagai pergeseran dalam konteks ini tidak memiliki arti.
I_d≡∈_0 (dΦ_E)/dt
Di mana ϵ_0 adalah permitivitas ruang bebas dan Φ_E=∫▒〖E.dA〗 adalah fluks listrik. Ketika kapasitor diberi muatan (atau dihilangkan muatannya), medan listrik yang berubah diantara kedua kepingnya dapat dianggap ekuivalen dengan arus yang berperilaku sebagai kelanjutan dari arus konduksi dalam kawat. Ketika persamaan untuk arus pergeseran. Hukum Ampere-Maxwell
∮▒〖B.ds=μ_0 (I+I_d )=μ_0 I+μ_0 ϵ_0 (dΦ_E)/dt〗
Kita dapat memahami makna persamaan ini dengan mengacu pada figure 30.26. Fluks listrik yang menembus permukaan S2 adalah Φ_E=∫▒〖E.dA=EA〗, di mana A adalah luas keeping kapasitor dan E adalah besar medan listrik yang homogeny di antara kedua keping. Jika q adalah muatan keping pada waktu kapan pun, maka E=q⁄((ϵ_0 A)). Oleh karena itu, fluks listrik yang menembus S2 adalah
Φ_E=EA=q/ϵ_0
Jadi, arus pergeseran Id yang menembus S2 adalah
I_d=ϵ_0 (dΦ_E)/dt=dq/dt
Artinya arus pergeseran Id yang menembus S2 tepat sama dengan arus konduksi I yang menembus S1.
Dengan melihat permukaan S2, kita dapat mengidentifikasi arus pergeseran sebagai sumber medan magnet pada batas permukaannya. Arus pergeseran secara fisis berasal dari medan listrik yang berubahmterhadap waktu. Inti dari formalism ini adalah
Medan magnet yang dihasilkan baik oleh arus konduksi maupun oleh medan listrik yang berubah terhadap waktu.
30.8 Magnetisme dalam Bahan
Medan magnet yang dihasilkan oleh arus dalam suatu kumparan kawat memberikan petunjuk kepada kita mengenai apa yang menyebabkan bahan-bahan tertentu memiliki sifat magnetic yang kuat. Secara umum setiap loop arus memiliki medan magnet dan memiliki momen dipol magnetik, termasuk loop arus pada skala atomik yang dijelaskan dalam beberapa model atom.
Momen Magnetik Atom-atom
Model klasik atom, elektron bergerak dalam orbit melingkar mengelilingi inti yang jauh lebih berat. Dalam model ini, elektron yang mengorbit akan menghasilkan loop berarus kecil (karena elektron adalah muatan yang bergerak); momen magnetik elektron bersesuaian dengan gerak orbitalnya.
Diasumsikan bahwa sebuah elektron bergerak dengan kelajuan konstan v dalam orbit lingkaranyang berjari-jari r di sekelilinginti. Oleh karena elektron menempuh jarak 2πr (keliling lingkaran) dalam selang waktu T, kelajuan orbitnya adalah ν=2πr/T. Arus I yang bersesuaian dengan elektron yang mengorbit ini adalah muatan e di bagi oleh T. dengan menggunakan T=2π⁄(πω )dan ω=ν⁄r, kita peroleh
I=e/T=eω/2π=ev/2πr
Besar momen magnetik yang bersesuaian dengan loop arus ini adalah
μ=IA=[ev/2πr]πr^2=1/2 evr
Oleh karena besar momentum sudut orbital elektron adalah L=m_c vr dengan ϕ=〖90〗^o momen magnetik dapat dituliskan sebagai μ=(e/(2m_e ))L
Hal ini mendemonstrasikan bahwa momen magnetik elektron sebanding dengan momentum sudut orbitalnya. Oleh karena elektron merupakan muatan negative, vektor μ dan L mengarah pada arah-arah yang saling berlawanan. Kedua vektor tersebut saling tegak lurus bidang orbit.
Suatu hasil fundamental dari fisika kuantum adalah bahwa momentum sudut orbit terkuantisasi dan besarnya sama dengan kelipatan dari ℏ=h⁄2π=1.05x〖10〗^(-34) J.s, di mana h adalah konstanta Planck. Nilai bukan nol yang paling kecil dari momen magnetik elektron dan merupakan hasil dari gerak orbitalnya adalah μ=√2 e/(2m_e ) ℏ. Kebanyakan materi, momen magnetik sebuah elektron dalam atom dinihilkan oleh elektron lain yang mengorbit pada arah yang berlawanan. Hasilnya untuk kebanyakan materi, efek magnetik yang dihasilkan oleh gerak orbital elektron adalah nol atau sangat kecil.
Selain dari momen magnetik orbitnya, sebuah elektron (begitu juga proton, neutron, dan partikel lainnya) memiliki sifat intrinsik yang disebut berputar (spin), yang juga berkontribusi pada momen magnetiknya. Secara klasik, elektron dapat dianggap berputar pada porosnya. Besar momentum sudut S yang bersesuaian dengan spin adalah sama tingkat besarannya dengan besar momentum sudut L akibat gerak orbital. Besar momentum sudut spin dari sebuah elektron yang diramalkan oleh teori kuantum adalah
S=√3/2 ℏ
Momen magnetik yang secara karakteristik dikaitkan dengan spin dari sebuah elektron memiliki nilai
μ_spin=eℏ/(2m_e )
Kombinasi dari konstanta-konstanta ini disebut magneton Bohr, μ_B=eℏ/(2m_e )=9.27x〖10〗^(-24 )J/T
Jadi, momen magnetik atom dapat dinyatakan sebagai kelipatan dari magneton Bohr. (Perhatikan bahwa 1 J/T = 1 A.m2)
Dalam atom-atom yang mengandung banyak elektron, elektron-elektronnya biasa berpasangan dengan elektron lain dengan spin yang berlawanan; jadi, momen magnetiks spinnya saling menghilangkan. Namun demikian, atom-atom yang memiliki jumlah elektron yang ganjil harus memiliki setidaknya satu elektron yang tak berpasangan dan maka dari itu memiliki suatu momen magnetik spin. Momen magnetik total dari sebuah atom adalah jumlah vektor momen magnetik orbital dan spinnya.
Inti atom juga harus memiliki momen magnetik yang berasal dari proton-proton dsn neutron-neutronnya. Namun demikian, momen magnetik proton atau neutron jauh lebih kecil dibandingkan dengan elektron dan biasanya dapat diabaikan. Oleh karena massa proton dan neutron jauh lebih besar daripada elektron, tingkat besaran momen magnetiknya103 kali lebih kecil daripada elektron.
Vektor Magnetisasi dan Kuat Medan Magnet
Keadaan magnetik suatu zat dijelaskan dengan besaran yang disebut vektor magnetisasi M. Besar nilai vektor ini didefinisikan sebagai momen magnetik persatuan volume dari zat. Bayangkan suatu daerah di mana medan magnet B0 dihasilkan oleh konduktor berarus. Jika sekarang kita isi daerah tersebut dengan suatu zat magnetik, medan magnet total B dalam daerah tersebut adalah B=B0+Bm, dimana Bm adalah medan yang dihasilkan oleh zat magnetiknya. Dengan demikian B_m=μ_0 nI, dimana I adalah arus dalam solenoid khayal dan n adalah jumlah lilitan persatuan panjang.
B_m=μ_0=μ_0 N/l I=μ_0 NIA/lA
Kita mengenal pembilang NIA sebagai momen magnetik total dari semua loop pada panjang l dan pembilang lA sebagai volume solenoid yang bersesuaian dengan panjang ini:
B_m=μ_0 μ/V
Ketika zat diletakkan dalam medan magnet, medan magnet total pada daerah tersebut dapat dinyatakan sebagai B=B_0+μ_0 M
Ketika menganalisis medan magnet yang diakibatkan oleh magnetisasi, biasanya diberikan suatu besaran yang disebut kuat medan magnet H di dalam zat. Kuat medan magnet berhubungan dengan medan magnet akibat arus konduksi dalam kawat. Untuk menekankan pada perbedaan antara kuat medan H dan medan B, kita lebih sering menyebut medan B sebagai rapat fluks magnetik atau induksi magnetik. Kuat medan magnet adalah momen magnetik per satuan volume akibat arus; jadi hal ini serupa dengan vektor M dan memiliki satuan yang sama.
Klasifikasi dari Substansi Magnetik
Semua bahan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, tergantung pada sifat magnetiknya. Bahan paramagnetic dan feromagnetik adalah yang terbuat dari atom-atom yang memiliki momen magnetik permanen. Bahan diamagnetik adalah yang terbuat dari atom-atom yang tidak memiliki momen magnetik yang permanen. Suseptibilitas magnetik χ. M=χH, dimana χ adalah faktor tak berdimensi yang disebut suseptibilitas magnetik. Faktor ini juga dapat dianggap sebagai ukuran seberapa rentannya suatu bahan ketika dimagnetisasi. Jika kita substitusikan persamaan M=χH untuk M kedalam persamaan B=μ_0 (H+M) diperoleh B=μ_0 (H+M)=μ_0 (H+χH)=μ_0 (1+χ)H atau B=μ_m H
Paramagnetik μ_m>μ_0
Diamagnetik μ_m<μ_0
Feromagnetisme
Terdapat sedikit zat kristalin yang memiliki efek magnetik yang kuat yang kita sebut feromagnetisme. Beberapa contoh zat feromagnetik adalah besi, kobalt, nikel, gadolinium, dan disprosium. Zat-zat ini mengandung momen magnetik atom yang permanen dan cenderung menjadi sejajar antara satu dan yang lain, bahkan dalam pengaruh medan magnetik yang lemah. Ketika momennya telah tersejajarkan, zat tersebut tetap termagnetisasi bahkan setelah medan eksternalnya dihilangkan.penyejajaran permanen ini diakibatkan oleh adanya penggandengan yang kuat di antara momen-momen yang berdekatan. Hal ini adalah jenis penggandengan (coupling) yang dapat dipahami hanya dalam bentuk mekanika kuantum.
Semua bahan feromagnetik tersusun dari daerah-daerah mikroskopis yang disebut domain, yaitu daerah di mana semua momen magnetiknya tersejajarkan. Domain-domain ini memiliki volume sekitar 10-12 hingga 10-8 m3 dan mengandung 1017 hingga 1021 atom. Batas di antara domain-domain yang berlainan dan memiliki orientasi berbeda-beda disebut dinding domain. Dalam sampel yang tak termagnetisasi, momen magnetiknya nol. Ketika sampel diletakkan dalam pengaruh medan magnet eksternal B0, ukuran domain-domain tersebut yang momen magnetiknya telah tersejajarkan dengan medannya bertambah besar, menyebabkan sampel termagnetisasi. Ketika medan eksternalnya menjadi sangat kuat, ukuran momen magnetiknya tidak tersejajarkan dengan medan menjadi sangat kecil. Ketika medan eksternalnya disingkirkan, sampel dapat tetap termagnetisasi pada arah medan yang awalnya. Pada suhu biasa, goncangan termal tidak cukup untuk merusak orientasi dari momen-momen magnetik ini.
Ketika suhu zat faromagnetik mencapai atau melebihi suhu kritis yang disebut suhu curie, zat tersebut kehilangan magnetisasi residunya dan menjadi paramagnetik. Di bawah suhu curie, momen-momen magnetiknya mengalami penyejajaran dan zatnya menjadi faromagnetik. Di atas suhu curie, goncangan termalnya cukup besar untuk menyebabkan terjadinya orientasi acak pada momen-momennya dan zatnya menjadi paramagnetik.
Paramagnetisme
Zat-zat paramagnetik memiliki suseptibilitas magnetik yang kecil namun positif (0<χ≪1) sebagai akibat dari keberadaan atom-atom (atau ion-ion) yang memiliki momen magnetik permanen. Momen-momen ini berinteraksi sangat lemah dengan sesamanya dan terorientasi secara acak pada saat tidak ada medan magnet eksternal. Ketika zat paramagnetik diletakkan dalam pengaruh medan magnet eksternal, momen-momen atomiknya cenderung searah dengan medannya. Namun demikian, proses penyejajarannya harus bersaing dengan gerak termal, yang cenderung mengacak kembali orientasi momen magnetik.
Magnetisasi zat paramagnetik sebanding dengan medan magnet yang memengaruhinya dan berbanding terbalik dengan suhu mutlaknya:
M=C B_0/T Hubungan ini dikenal sebagai Hukum Curie
Hukum tersebut menunjukkan bahwa ketika B_0=0, magnetisasinya adalah nol, sesuai dengan orientasi acak dari momen-momen magnetiknya. Ketika rasio medan magnet terhadap suhunya menjadi besar, magnetisasinya mendekati nilai saturasi, sesuai dengan fakta bahwa momen-momennya benar-benar telah tersejajarkan.
Diamagnetisme
Ketika suatu medan magnet eksternal memengaruhi zat diamagnetik, suatu momen magnetik yang lemah diinduksikan pada arah yang berlawanan dengan medannya. Hal ini menyebabkan zat diamagnetik ditolak lemah oleh magnet. Walaupun diamagnetisme terdapat dalam semua bahan, efeknya jauh lebih kecil daripada efek paramagnetisme atau feromagnetisme dan hanya jelas ketika efek-efek yang lain tidak ada. Dua elektron atom yang intinya mengorbit pada arah yang berlawanan, tetapi dengan kelajuan yang sama. Elektron-elektron tersebut tetap berada dalam orbit lingkarannya karena adanya gaya tarik elektrostatistik yang diberikan oleh inti atom yang bermuatan positif. Oleh karena momen magnetik kedua elektron sama besar-namun berlawanan arah, keduanya saling menghilangkan dan momen magnetik atomnya menjadi nol. Ketika terdapat medan magnet eksternal, elektron mengalami tambahan gaya magnetik qv x B.
Superkonduktor adalah suatu bahan dimana hambatan listriknya mencapai nol di bawah suatu suhu kritis tertentu. Superkonduktor jenis tertentu juga menujukkan efek diamagnetisme sempurna dalam keadaan superkonduksi, fenomena ini dikenal sebagai efek Meissner. Jika magnet permanen didekatkan ke sebuah superkonduktor, kedua benda tersenut akan tolak-menolak.
Medan Magnet Bumi
Kutub selatan medan magnetik Bumi terletak di dekat Kutub Utara geografis Bumi, sebaliknya, Kutub Utara magnetik Bumi terletak di dekat Kutub Selatan geografis Bumi.
Walaupun pola medan magnet Bumi serupa dengan pola yang terbentuk jika kita meletakkan suatu magnet batang raksasa di dalam Bumi, sangatlah mudah untuk dipahami mengapa sumber medan magnet Bumi tidak mungkin berupa suatu bongkahan besar dari bahan magnetisasi yang permanen.
HUKUM FARADAY
HUKUM FARADAY
Hukum Induksi Faraday
Sebuah arus listrik dapat diinduksikan dalam suatu rangkaian (rangkaian sekunder) oleh suatu medan magnet yang berubah-ubah. Arus induksi muncul hanya untuk waktu yang singkat ketika medan magnet yang menembus kumparan sekunder berubah. Ketika medan magnetnya mencapai nilai yang tetap, arus dalam kumparan sekunder menghilang. Efeknya, rangkaian sekunder berprilaku seperti ketika sebuah sumber ggl dihubungkan waktu yang singkat. Suatu ggl induksi dihasilkan pada rangkaian sekunder oleh medan magnet yang berubah.
Gambar 1: (a) ketika sebuah magnet digerakkan melalui sebuah loop kawat yang terhubung dengan sebuah ammeter sensitif, ammeter bergerak seperti pada gambar, menandakan bahwa sebuah arus diinduksikan dalam loop. (b) ketika magnet didiamkan, tidak ada arus yang terinduksi dalam loop, bahkan ketika magnet tersebut berada di dalam loop. (c) ketika magnet dijauhkan dari loop, ammeter bergerak pada arah yang berlawanan, menandakan bahwa arus induksinya berlawanan dengan yang diperlihatkan di bagian (a). Mengubah arah gerak magnet akan mengubah arah arus yang terinduksi akibat gerak tersebut.
Gambar 2: Eksperimen Faraday. Ketika sakelar pada rangkaian primer ditutup, jarum ammeter pada rangkaian sekunder bergerak sesaat. Ggl induksi pada rangkaian sekunder disebabkan oleh medan magnet yang berubah melalui kumparan sekunder.
Pernyataan hukum induksi Faraday:
“Ggl induksi pada suatu rangkaian sebanding dengan laju perubahan fluks magnetik yang menembus rangkaian”.
ε= -〖d∅〗_B/dt
Suatu ggl diinduksikan pada rangkaian ketika fluks magnetik yang menembus rangkaian berubah terhadap waktu. Di mana ∅_B= ∫▒〖B .dA〗 adalah fluks magnetik yang menembus rangkaian. Jika rangkaiannya merupakan sebuah kumparan yang terdiri atas N loop dengan luas yang sama dan jika ∅_B adalah fluks magnetik yang menembus satu loop, maka suatu ggl diinduksikan di setiap loop. Loop-loop tersebut terangkai seri sehingga gglnya dijumlahkan. Jadi, ggl induksi total diberikan oleh persamaan:
ε= -N 〖d∅〗_B/dt
Tanda negatif dalam persamaan di atas merupakan lambang fisika yang penting.
Gambar 3: Sebuah loop konduktor melingkupi luas A pada medan magnet homogen B. Sudut antara B dan garis normal loop adalah θ.
Misalkan sebuah loop melingkupi luas A yang terletak pada medan magnet homogen B. Jika fluks magnetik yang menembus loop sama dengan BA cos θ, maka ggl induksinya dapat dinyatakan sebagai:
ε= -d/dt(BA cosθ)
Dari persamaan ini, kita lihat bahwa suatu ggl dapat diinduksikan pada rangkaian dengan beberapa cara:
Besar B dapat diubah terhadap waktu
Luas daerah yang dilingkupi loop dapat diubah terhadap waktu
Sudut θ antara B dan garis normal loop dapat diubah terhadap waktu
Semua gabungan dari cara-cara di atas juga dapat menimbulkan ggl.
Beberapa Aplikasi Hukum Faraday
Ground Fault Interrupter (GFI) adalah alat pengaman yang melindungi pengguna alat-alat listrik dari kejutan listrik.
Gambar 4: Ground Fault Interrupter (GFI)
Kumparan pickup, kumparan pada rangka gitar yang diletakkan di dekat sinar gitar yang bervibrasi. Terbuat dari logam yang dapat dimagnetitasi.
(a) (b)
Gambar 5: (a) di dalam sebuah gitar listrik, sebuah senar termagnetisasi yang bervibrasi menginduksikan suatu ggl pada kumparan pickup. (b) Pickup (lingkaran di bawah senar logam) dari gitar ini mendeteksi vibrasi senar dan mengirim informasi ini melalui amplifier dan ke dalam pengeras suara.
Ggl Gerak
Ggl gerak adalah ggl yang terinduksi pada sebuah konduktor yang bergerak menembus suatu medan magnet konstan.
Gambar 6: Sebuah konduktor listrik harus dengan panjang l bergerak dengan kecepatan v menembus sebuah medan magnet homogen B yang mengarah tegak lurus v. Akibat dari gaya magnetik pada elektron, ujung-ujung konduktor menjadi berlawanan muatan. Ini mengakibatkan sebuah medan listrik pada konduktor. Pada keadaan tetap, gaya listrik dan magnet pada sebuah elektron di kawat adalah seimbang.
Medan listrik yang dihasilkan pada konduktor dihubungkan dengan beda potensial di sepanjang ujung konduktor oleh persamaan ∆B=El. Jadi untuk kondisi kesetimbangan:
∆B=El=Blv
Suatu beda potensial tetap berada di antara ujung konduktor selama konduktor tersebut terus bergerak menembus medan magnet homogen. Jika arah geraknya dibalikkan, maka polaritas beda potensial juga dibalikkan.
Gambar 7: (a) Sebuah batang konduktor meluncur dengan kecepatan v sepanjang dua rel konduktor di bawah pengaruh gaya Fapp yang diaplikasikan. Gaya magnetik FB melawan gerakan tersebut dan sebuah arus yang berlawanan arah jarum jam diinduksikan pada loop. (b) diagram rangkaian ekuivalen untuk rangkaian yang ditunjukkan pada bagian (a).
Luas daerah yang dilingkupi oleh rangkaian pada saat kapanpun adalah lx, di mana x adalah posisi batang, maka fluks magnetik yang menembus daerah tersebut adalah:
∅_B=Blx
Menggunakan hukum Faraday dan dengan memperhatikan bahwa x berubah terhadap waktu laju dx/dt = v, kita ketahui bahwa ggl gerak yang terinduksi adalah:
ε= -〖d∅〗_B/dt= - d/dt (Blx)= Bl dx/dt
Oleh karena hambatan rangkaian adalah R, maka besar arus induksi adalah
I= |ε|/R=Blv/R
Fapp = ilB, diketahui bahwa daya yang dihantarkan oleh gaya yang diberikan adalah:
p= F_app v=(IlB)v= (B^2 l^2 v^2)/R= ε^2/R
Hukum Lenz
Hukum Faraday menandakan bahwa ggl induksi dan perubahan fluks memiliki tanda aljabar yang berlawanan. Hal ini merupakan interpretasi fisika yang sangat nyata, yang dikenal sebagai hukum lenz: “Arus induksi pada loop mucul dengan arah yang menghasilkan sebuah medan magnet yang melawan perubahan fluks magnetik yang menembus daerah yang dilingkupi oleh loop”. Artinya, arus induksi cenderung mencegah perubahan fluks magnetik awal yang menembus rangkaian. Kita akan menunjukkan bahwa hukum ini merupakan konsekuensi dari hukum kekekalan energi.
Untuk memahami hukum lenz, mari kita kembali kepada contoh batang yang bergerak ke kanan pada dua rel sejajar di dalam medan magnet homogen (medan magnet eksternal). Ketika batang bergerak kekanan, fluks magnetik yang menembus daerah yang dilingkupi oleh rangkaian, meningkat terhadap waktu karena luasnya bertambah. Hukum Lenz menyatakan bahwa arus induksi harus berarah sedemikian hingga medan magnet yang dihasilkannya melawan perubahan fluks magnetik eksternal. Oleh karena fluks magnetik akibat medan eksternal diarahkan ke dalam halaman buku bertambah besar, maka arus terinduksi. Jika ingin melawan perubahan ini, maka harus menghasilkan medan yang arahnya keluar halaman buku.
Gambar 8: ketika batang bergeser pada dua rel konduktor yang diam, fluks magnetik akibat medan magnet eksternal yang mengarah ke dalam halaman buku, yang menembus daerah yang dilingkupi oleh loop, bertambah seiring dengan waktu. Berdasarkan hukum Lenz, arus induksi harus berlawanan arah jarum jam untuk menghasilkan medan magnet yang melawannya, yang arahnya keluar dari halaman buku. (b) ketika batang bergerak ke kiri, arus induksi haruslah searah jarum jam.
Jadi, arus induksi harus berlawanan arah jarum jam ketika batangnya bergerak ke kanan. Jika batangnya bergerak ke kiri, maka fluks magnetik eksternal yang menembus daerah yang dilingkupi loop berkurang terhadap waktu. Oleh karena arah medannya ke dalam halaman buku, maka arus induksi harus searah jarum jam jika ingin menghasilkan medan yang arahnya juga ke dalam halaman buku. Arus induksi cendrung menjaga fluks asal yang menembus daerah yang dilingkupi oleh loop arus.
Gambar 9: (a) ketika magnet digerakkan ke arah loop konduktor yang diam, sebuah arus akan terinduksi pada arah yang ditunjukkan. Garis-garis medan magnet yang ditunjukkan diakibatkan oleh keberadaan magnet batang. (b) Arus induksi ini menghasilkan medan magnetnya sendiri, yang diarahkan ke kiri, yang melawan fluks eksternal yang bertambah. Garis-garis medan magnet yang ditunjukkan adalah akibat arus induksi pada cincin. (c) Ketika magnet digerakkan menjauhi loop konduktor yang diam, suatu arus diinduksikan pada arah yang ditunjukkan. (d) Arus induksi ini menghasilkan medan magnet yang arahnya ke kanan dan melawan fluks eksternal yang berkurang. Garis-garis medan magnet yang ditunjukkan adalah akibat arus induksi pada cincin.
Ggl Induksi dan Medan Listrik
Sebuah medan listrik diciptakan pada konduktor sebagai akibat dari fluks magnetik yang berubah. Medan listrik yang terinduksi bersifat nonkonservatif, tidak seperti medan elektrostatik yang dihasilkan oleh muatan stasioner.
Gambar 10: sebuah loop konduktor dengan jari-jari r dalam medan magnet homogen yang tegak lurus bidang loop. Jika B berubah terhadap waktu, maka suatu medan listrik diinduksikan pada arah yang tangensial dengan keliling loop.
Usaha yang dilakukan medan listrik untuk menggerakkan sebuah muatan uji q sebanyak satu kali mengelilingi loop sama dengan qε. Oleh karena gaya listrik yang bekerja pada muatan adalah qE, maka usaha yang dilakukan oleh medan listrik untuk menggerakkan muatan satu kali di sekeliling loop adalah qE(2πr), dimana 2πr adalah keliling loop. Sehingga:
qε=qE(2πr)
E=ε/2πr
∅_B=BA=πr^2 B untuk sebuah loop lingkaran, maka medan listrik yang terinduksi dapat ditulis:
E=-1/2πr 〖d∅〗_B/dt = - r/2 dB/dt
Ggl untuk sembarang lintasan tertutup dapat dituliskan sebagai integral garis E . ds sepanjang lintasan ε=∮▒〖E .ds〗. dalam kasus yang lebih umum, E boleh tidak konstan dan lintasannya boleh tidak lingkaran. Jadi, hukum induksi Faraday ε= -〖d∅〗_B/dt , dapat ditulis dalam bentuk:
∮▒〖E.ds〗= -〖d∅〗_B/dt
Medan listrik yang terinduksi E adalah medan nonkonservatif yang dihasilkan oleh medan magnet yang berubah.
Generator dan Motor
Generator
Generator arus bolak-balik (AC)
Generator listrik menerima energi dalam bentuk usaha dan menyalurkannya keluar melalui transmisi listrik. Dalam bentuk sederhana, generator terdiri atas sebuah loop kawat yang dirotasikan oleh suatu cara eksternal dalam sebuah medan magnet.
Misalkan bahwa, alih-alih satu lilitan, loop tersebut memiliki N lilitan dengan luas A berotasi dalam medan magnet dengan kecepatan sudut konstan ω. Jika θ adalah sudut antara medan magnet dan bidang normal loop, maka fluks magnetik yang menembus loop pada sembarang waktu t adalah:
∅_B=BA cos〖θ=BA cosωt 〗
Dimana kita telah menggunakan hubungan θ= ωt antara posisi sudut dan kelajuan sudut. Dengan demikian, ggl induksi pada kumparan adalah:
ε= -N 〖d∅〗_B/dt=NAB d/dt (cos〖ωt)=NAB ω sinωt 〗
Hasil ini menunjukkan bahwa ggl tersebut berubah secara sinusoidal terhadap waktu. Ggl maksimum memiliki nilai:
ε_maks=NABù
Dimana ωt= 〖90〗^° atau 〖270〗^°. Dengan kata lain ε= ε_maks ketika medan magnet berada di dalam bidang kumparan dan laju perubahan fluksnya maksimum. Selain itu, gglnya nol ketika ωt=0^° atau 〖180〗^°, yaitu ketika B tegak lurus bidang kumparan dan laju perbahan fluksnya adalah 0. ( ω=2πf, frekuensi dalam hertz).
Generator arus searah (DC)
Digunakan misalnya pada mobil-mobil lama untuk mengisi aki. Komponen generator DC pada dasarnya sama dengan generator AC, kecuali yang bersentuhan dengan loop yang berotasi dibuat menggunakan sebuah cincin split yang disebut komutator. Dalam konfigurasi ini, tegangan keluarannya selalu memiliki polaritas yang sama dan berbentuk pulsa yang berubah seiring waktu.
Gambar 11: (a) Diagram skematis dari generator DC. (b) Besar ggl berubah seiring waktu namun polaritasnya tidak pernah berubah.
Motor
Motor merupakan perlatan yang menerima energi dalam bentuk transmisi listrik dan menyalurkan energi dalam bentuk usaha. Intinya, motor adalah kebalikan dari generator. Ketika sebuah motor dinyalakan, tidak ada ggl balik sehingga arusnya sangat besar karena hanya dibatasi oleh hambatan kumparan. Ketika kumparan mulai berotasi, ggl balik yang diinduksikan melawan tegangan yang diberikan dan arus pada kumparan berkurang. Jika beban mekanis bertambah, maka motor akan melambat. Hal ini menyebabkan ggl baliknya berkurang. Berkurangnya ggl balik ini akan meningkatkan arus pada kumparan dan juga meningkatkan daya yang dibutuhkan dari sumber tegangan eksternal.
Arus Pusar (Arus Eddy)
Arus Eddy arus yang berputar dalam ggl dan arus yang diinduksikan pada rangkaian oleh fluks magnetik yang berubah.
(a) (b)
Gambar 12: (a) Pembentukan arus pusar pada sebuah lempengan konduktor yang bergerak menembus medan magnet. Ketika plat memasuki atau meninggalkan medan, fluks magnetik yang berubah menginduksikan suatu ggl yang menyebabkan arus pusar pada lempengan. (b) Ketika lempengan kondukyor memasuki medan (posisi 1), arus pusarnya berlawanan jarum jam. Ketika lempengan meninggalkan medan (posisi 2), arusnya searah jarum jam. Dalam kasus manapun, gaya pada lempengan berlawanan dengan kecepatannya dan pada akhirnya lempengan akan diam.
Persamaan-persamaan Maxwell
Persamaan-persamaan Maxwell melambangkan hukum-hukum kelistrikan dan magnetisme. Persamaan-persamaan ini memprediksi adanya gelombang elektromagnetik (pola-pola dari medan listrik dan magnet yang bergerak) yang berjalan dengan kelajuan c= 1/√(μ_0 ϵ_0 )=3,00 × 〖10〗^8 m/s, yaitu kelajuan cahaya.
Persamaan-persamaan Maxwell sebagaimana diterapkan dalam ruang bebas, yaitu saat tidak ada bahan elektrik atau magnetik sama sekali:
∮_s▒〖B.dA= q/ϵ_0 〗
Hukum Gauss: fluks elektrik total yang menembus sembarang permukaan tertutup sama dengan muatan di dalam permukaan tersebut dibagi dengan ϵ_0. Hukum ini menghubungkan medan listrik dengan distribusi muatan yang menciptakannya.
∮_s▒〖B.dA= 0〗
Hukum Gauss dalam magnetisme: fluks magnetik yang menembus permukaan tertutup adalah nol. Artinya, jumlah garis medan magnet yang memasuki sebuah volume tertutup harus sama dengan jumlah yang meninggalkan volume tersebut.
∮▒〖E.ds= -〖d∅〗_B/dt〗
Hukum Induksi Faraday: suatu ggl yang merupakan integral garis dari medan listrik di sekeliling lintasan tertutup manapun, sama dengan laju perubahan fluks magnetik yang menembus luas permukaan apa pun yang terlingkupi oleh lintasan tersebut.
∮▒〖B.ds= μ_0 I+ ϵ_0 μ_0 〖d∅〗_B/dt〗
Hukum Ampere-Maxwell: integral garis dari medan magnet di sekitar lintasan tertutup apa pun adalah jumlah dari μ_0 dikalikan arus yang melalui lintasan tersebut dan ϵ_0 μ_0 dikalikan laju perubahan fluks listrik yang melalui permukaan apa pun yang terlingkupi oleh lintasan tersebut.
Ketika medan listrik dan magnet telah diketahui pada suatu titik dalam ruang, gaya yang bekerja pada sebuah partikel muatan q dapat dihitung dari persamaan:
F=qE+qv ×B
Hubungan ini dikenal sebagai hukum gaya Lorentz. Persamaan Maxwell bersama dengan hukum gaya ini menjelaskan dengan sempurna semua interaksi elektromagnetik klasik.Persamaan-persamaan Maxwell merupakan sesuatu yang fundamental tidak hanya bagi elektromagnetisme namun juga untuk semua sains.
“Seseorang tidak dapat lari dari perasaan bahwa rumus-rumus matematika ini memiliki keberadaan yang independen dan kecerdasannya sendiri, bahwa mereka lebih bijak daripada kita, bahkan lebih bijak dari penemunya, bahwa kita mendapatkan sesuatu lebih banyak dari mereka dibandingkan dengan yang kita berikan kepada mereka” ( Heinrich Hertz_).
INDUKTANSI
Ketika arus dalam kumparan berubah seiring debgan waktu, maka ggl akan terinduksi di dalam kumparan sesuai dengan hukum Faraday. Besarnya ggl induktansi diri adalah
ε_L=-L dI/dt
di mana L adalah induktansi kumparan. Induktansi adalah ukuran dari seberapa besarnya perlawanan yang diberikan oleh kumparan terhadap perubahan dalam arus pada kumparan. Satuan SI untuk induktansi adalah Hendry (H), di mana 1 H = 1 V.s/A.
Induktansi dari suatu kumparan adalah
L=(N_B)/I
di mana _B adalah fluks magnetik yang menembus kumparan dan N adalah jumlah lilitan. Induktansi pada suatu perangkat bergantung pada geometrinya. Sebagai contoh, induktansi dari selenoida berinti udara adalah
L=(μ_0 N^2 A)/l
di mana A adalah luas penampangnya dan l adalah panjang selenoida.
Jika resistor dan inductor dihubungkan seri dengan baterai yang memiliki ggl dan jika sakelar dalam rangkaian terbuka selama t < 0 dan ditutup pada t = 0, maka arus dalam rangkaian akan berubah terhadap waktu berdasarkan persamaan
I=ε/R(1-e^((-t)⁄τ))
di mana = L/R adalah konstanta waktu dari rangkaian RL. Artinya, arusnya meningkat hingga mencapai nilai keseimbangan /R setelah selang waktu yang cukup lama dibandingkan dengan . Apabila baterai dalam rangkaian digantikan dengan kawat tanpa hambatan, maka arusnya akan berkurang secara eksponensial terhadap waktu, sesuai persamaan
I=ε/R e^((-t)⁄τ)
di mana /R adalah arus awal pada rangkaian.
Energy yang disimpan dalam medan magnet inductor berarus I adalah
U=1/2 LI^2
Energy magnetic ini sama besarnya dengan energy yang disimpan dalam medan listrik sebuah kapasitor yang terisi penuh.
Rapat energy pada titik dengan medan magnet B adalah
u_B=B^2/(2μ_0 )
Induktansi bersama dari sistem dua kumparan diberikan oleh
M_12= (N_2 _12)/I_1 =M_21= (N_1 _21)/I_2 =M
Induktansi bersama ini menghubungkan ggl yang diinduksi dalam kumparan dengan perubahan arus sumber pada kumparan di dekatnya melalui persamaan
ε_2=-M 〖dI〗_1/dt dan ε_1=-M 〖dI〗_2/dt
Dalam rangkaian LC yang memiliki hambatan nol dan tidak beradiasi secara elektromagnetik (ideal), nilai muatan pada kapasitor dan arus pada rangkaian berubah sesuai dengan persamaan
Q=Q_maks cos(ωt+)
I=dQ/dt=-ωQ_maks sin(ωt+)
di mana Q_maks adalah muatan maksimum pada kapasitor, adalah konstanta fase, dan ω adalah frekuensi sudut osilasinya:
ω=1/√LC
Energy dalam rangkaian LC secara terus-menerus berubah, antara energy yang disimpan dalam kapasitor dan energy yang disimpan dalam inductor. Energy total dari rangkaian LC pada setiap saat adalah
U=U_C+U_L=(Q_maks^2)/2C 〖cos〗^2 ωt+(〖LI〗_maks^2)/2 〖sin〗^2 ωt
Saat t = 0, semua energy tersimpan dalam medan listrik kapasitor (U=Q_maks^2/2C). Pada akhirnya, semua energy ini disalurkan kepada inductor (U=LI_maks^2/2). Akan tetapi, besar energy totalnya tetap sama karena perubahan energy diabaikan dalam rangkaian LC yang ideal.
Dalam rangkaian RLC dengan hambatan yang kecil, muatan dalam kapasitor berubah terhadap waktu menurut persamaan
Q=Q_maks e^((-Rt)⁄2L) cos ω_d t
di mana ω_d=[1/LC-(R/2L)^2 ]^(1⁄2)
RANGKAIAN ARUS BOLAK BALIK
RANGKAIAN ARUS BOLAK BALIK
Pada bab ini kita akan mempelajari rangkaian arus bolak balik. Setiap kali kita menghidupkan televisi, radio, atau peralatan listrik lainnya di rumah, kami menggunakan arus bolak balik untuk menghasilkan daya untuk mengoperasikannya.
33.1 Sumber arus bolak balik
Sebuah sirkuit AC terdiri dari elemen sirkuit dan sumber arus yang menghasilkan tenaga tegangan bolak balik ∆v. Tegangan yang berubah sesuai dengan waktu dijelaskan sebagai
∆v= ∆Vmaks sinωt
Dimana ∆Vmax adalah tegangan output maksimum dari sumber AC, atau tegangan
amplitudo. Ada berbagai kemungkinan untuk sumber AC, termasuk generator, seperti dibahas dalam Bagian 31,5, dan osilator listrik. Di rumah, masing-masing stop kontak bertindak sebagai sumber AC.
Frekuensi sudut dari tegangan AC
ω=2πf=2π/T
di mana f adalah frekuensi sumber dan T adalah periode. Sumber menentukan
frekuensi dari arus pada rangkaian apa pun yang terhubung dengannya. Karena tegangan output dari sebuah sumber AC berubah secara sinusoidal terhadap waktu, tegangan positif selama setengah dari siklus dan negatif selama setengah lainnya. Demikian juga, arus pada rangkaian apa pun yang digerakkan oleh sumber AC adalah arus bolak balik yang juga berubah secara sinusoidal terhadap waktu.
33.2 Resistor pada rangkaian AC
∆v+∆vr = 0, sehingga besar dari tegangan sumber sama dengan tegangan pada resistor :
∆v=∆v_r= ∆V_maks sinωt
Dimana ∆vr adalah tegangan sesaat pada resistor. Oleh karena itu, dari R =V / I, arus sesaat dalam resistor ini adalah
i_r= (∆v_R)/R=(∆v_maks)/R sinωt=I_maks sin ωt
Dimana Imaks adalah arus maksimum
I_maks=(∆v_maks)/R
Dari persamaan tersebut kita lihat bahwa tegangan sesaat resistor adalah
〖∆v〗_r=I_maks Rsinωt
Arus dan tegangan saling sejalan karena mereka berubah bersamaan waktu. Karena ir dan ∆ vR, keduanya berubah sesuai sinωt dan mencapai nilai maksimal pada saat yang sama. Maka keduanya dikatakan sefase, sama seperti dua buah gelombang yang dapat berada dalam satu fase. Jadi, untuk suatu tegangan sinusoidal, arus dalam suatu resistor selalu sefase dengan tegangan pada resistor tersebut.
Arus dan tegangan saling sejalan karena mereka berubah bersamaan terhadap waktu. Karena ir dan ∆ vR keduanya berubah sesuai sinωt mencapai nilai maksimal
pada saat yang sama,maka dikatakan sefase. Jadi untuk suatu tegangan sinusoidal, arus dalam suatu resistor selelu sefase dengan tegangan pada resistor tersebut.
Untuk mempermudah analisis mengenai rangkaian yang terdiri dari dua elemen atau lebih, digunakan konstruksi grafis yang disebut diagram fasor. Fasor adalah vektor yang panjangnya sama dengan nilai maksimum dari variabel yang ditunjukkannya ( ∆vmaks untuk tegangan dan Imaks untuk arus dalam pembahasan ini) dan yang berotasi berlawanan arah jarum jam pada kelajuan sudut yang sama dengan frekuensi sudut yang bersesuaian dengan variabelnya. Proyeksi dari fasor pada sumbu vertikal manunjukkan nilai sesaat
dari besaran yang direpresentasikan.
Untuk sebuah rangkaian resistif sederhana, perlu diingat bahwa nilai rata-rata dari arus dalam satu siklus adalah nol. Artinya, arus dijaga agar tetap berada dalam arah positif untuk jumlah waktu dan besar yang sama, seperti arus tersebut dijaga agar tetap berada dalam arah negative. Meskipun demikian, arah arus tidak memiliki dampak pada perilaku resistornya. Dapat dipahami dengan menyadari bahwa tumbukan antara electron-elektron dan atom-atom tak bergerak dari resistor menghasilkan kenaikan suhu resistor. Kenaikan suhu ini bergantung pada besar arus, tetapi tidak bergantung pada arah arusnya,
Hal penting dalam rangkaian AC adalah nilai rata-rata yang disebu arus rms. Rms adalah singkatan dari root mean square yang berarti akar kuadrat nilai rata-rata dari kuadrat arus: Irms= √(I^2 ). Oleh karena I2 berubah sesuai dengan sin2ωt dan karena nilai rata-rata dari i2 adalah 1/2 I^2maks , maka arus rmsnya adalah
I_rms=I_maks/√2=0,707I_(maks )
Persamaan ini menyatakan bahwa daya yang dialirkan ke resistor oleh arus bolak balik yang nilai maksimumnya 2,00 A sama dengan daya arus searah yang memiliki nilai (0,0707)(2,00A)=1,41 A. Jadi daya rata-rata ke resistor yang dialiri arus bolak balik adalah
Prata-rata = I2rms R
Tegangan bolak balik juga paling mudah dibahas dalam kaitannya dengan tegangan rms dan hubungannya identik, seperti untuk arus:
∆V_rms=(∆V_maks)/√2=0,707 ∆V_maks
33.3 Induktor pada rangkaian AC
Jika ∆vL = εL= -L(di/dt) adalah tegangan sesaat yang muncul akibat induktansi diri pada inductor, maka aturan Kirchhoff untuk loop yang diterapkan pada rangkaian ini menghasilkan ∆v+∆vL=0, atau
∆v-Ldi/dt=0
Ketika disubstusikan ∆Vmaks sinωt untuk ∆v dan menatanya kembali, didapatkan
∆v=L di/dt=∆V_maks sinωt
Dengan menyelesaikan persamaan ini untuk di ditemukan :
di=(∆V_maks)/L sin〖ωt dt〗
Dengan mengintegralkan persaman tersebut, diperoleh arus sesaat iL pada inductor sebagai fungsi dari waktu
i_L=(∆V_maks)/L 〖∫sin〗〖ωt dt=〗-(∆V_maks)/ωL cosωt
Untuk suatu tegangan sinusoidal, arus pada inductor selalu tertinggi 900 di belakang tegangan pada inductor (seperempat siklus dalam waktu).
Arus maksimum dalam inductor adalah
I_maks=(∆V_maks)/ωL
Karena ωL bergantung pada frekuensi ω, maka inductor akan bereaksi secara berbeda dalam hal memberikan suatu hambatan pada arus untuk frekuensi yang berbeda pula. Oleh karena itu didefiniskan ωL sebagai reaktansi induktif.
XL ≡ ωL
Sehingga, I_maks=(∆V_maks)/X_L
Menurut hukum faraday, semakin besar nilai perubahan arus dalam inductor, semakin besar pula ggl baliknya. GGL balik yang lebih besar menghasilkan kenaikkan dalam reaktansi dan penurunan dalam arusnya. Dengan ini ditemukan bahwa tegangan sesaat pada inductor adalah
∆v=-L di/dt=-∆V_maks sinωt=-I_maks X_L sinωt
33.4 Kapasitor pada rangkaian AC
Sebuah rangkaian AC yang terdiri dari kapasitor yang dihubungkan sumber AC menurut aturan Kirchhoff untuk loop menghasilkan ∆v+∆vc=0 sehingga besar tegangan sumber sama dengan besar tegangan pada kapasitor:
∆v=∆v_c=∆V_maks sinωt
Dimana ∆vc adalah tegangan sesaat pada kapasitor. Untuk rumus arus dalam kapasitor adala sebagai berikut
i_c=ωC∆V_maks sinωt(ωt+π/2)
Seperti pada inductor, arus dan tegangan untuk sebuah kapasitor dalam diagram phasor. Untuk sebuah tegangan sinusoidal, maka arus selalu mendahului tegangan pada kapasitor sebesar 900. Artinya, arus mencapai nilai maksimumnya seperempat periode lebih awal sebelum tegangan mencapai nilai maksimumnya.
Pada rangkaian AC kapasitor reaktansi kapasitif disimbolkan XC
X_C=1/ωC
Sehingga arus maksimum dalam kapasitor
I_maks=(∆V_maks)/X_C
Jadi,
∆v=∆v_c=∆V_maks sinωt= I_maks X_C sinωt
33.5 Rangkaian Seri RLC
Impedans adalah penyebut pecahan yang berperan sebagai hambatan. Impedans dari rangkaian AC sei RLC adalah
Z=√(R^2+(X_L+X_C )^2 )
Dimana impedans juga memilki satuan ohm. Pernyataan ini menyatakan tidak dapat begitu saja menjumlahkan hambatan dn reaktansi pada rangkaian. Harus diperhitungkan fakta bahwa tegangan yang diberikan dan arus tidak sefase, dengan perbedaan sudut fase Ø antara arus dan tegangan.
∅=〖tan〗^(-1) ((X_L+X_C)/R)
Tanda Ø dapat bernilai positif maupun negative, tergantung dari apakah XL lebih besar atau lebih kecil dari XC, sudut fasenya nol ketika XL = XC .
33.6 Daya pada Rangkaian AC
Daya yang disalurkan dari sebuah baterai ke rangkaian DC sama dengan hasil kali arus dengan GGL baterai. Demikian juga, daya sesaat yang disalurkan oleh sebuah sumber AC ke rangkaian adalah hasil kali arus sumber dengan tegangan yang diberikan. Untuk rangkaian RLC, kita dapat menyatakan daya sesaat,
P = iΔv = Imaks sin (ωt - φ) ΔVmaks sin ωt
= Imaks ΔVmaks sin ωt sin (ωt - φ) ; dimana
sin (ωt - φ) = sin ωt cos φ - cos ωt sin φ
maka,
P = iΔv = Imaks ΔVmaks sin2 ωt cos φ - Imaks ΔVmaks sin ωt cos ωt sin φ
dimana Imaks, ΔVmaks, φ, dan ω adalah konstanta. Rata-rata waktu sin2 ωt = 1 dan sin ωt cos ωt = ½ sin 2ωt, dimana rata-rata waktu 2ωt = 0. Jadi, didapatkan daya rata-rata sebagai berikut,
Prata-rata = ½ Imaks ΔVmaks cos φ
Jika daya rata-rata dinyatakan dalam arus dan tegangan rms sebagai berikut,
Prata-rata = Irms ΔVrms cos φ ; dimana nilai cos φ adalah faktor daya.
Jika ΔVR =ΔVmaks cos φ = ImaksR
Sehingga Prata-rata = Irms ΔVrms cos φ
=
Pernyataan yang ekuivalen untuk daya rata-rata adalah
Prata-rata = I2rms R
Daya rata-rata yang diberikan oleh sumber menghasilkan kenaikan energi dalam pada resistor. Tidak ada hilangnya (rugi) daya yang terjadi dalam induktor atau kapasitor ideal.
33.7 Resonansi pada Rangkaian Seri RLC
Rangkaian seri RLC dikatakan berada dalam resonansi ketika arusnya mencapai nilai maksimum. Arus rms dapat ditulis sebagai:
Impedansi bergantung frekuensi sumber, maka arus juga bergantung pada frekuensi. Syarat resonansi adalah XL=XC , sehingga didapatkan
Arus dalam rangkaian seri RLC mencapai nilai maksimumnya ketika frekuensi sumber sama dengan ω0 yakni ketika frekuensi “penggerak” –nya sama dengan frekuensi resonansinya.
Daya rata-rata sebagai fungsi dari frekuensi dalam rangkaian seri RLC dapat dihitung dengan persamaan
Prata-rata = I2rms R
Oleh karena XL = ωL, XC = 1/ωC, dan ωo2=1/LC maka didapatkan
Prata-rata
Pernyataan ini menunjukkan bahwa saat berada dalam resonansi, ketika ω = ωo, daya rata-ratanya maksimum dan bernilai (ΔVrms)2/R.
Berdasarkan kurva tersebut, ketajaman kurva dapat di jelaskan oleh faktor kualitas, yaitu:
Faktor kualitas bisa didefinisikan sebagai rasio 2πE/ΔE dimana E adalah energi yang disimpan dalam sitem yang berosilasi dan ΔE adalah pengurangan energi per siklus osilasi akibat dari hambatan.
33.8 Trafo dan Transmisi Daya
Trafo merupakan suatu perangkat yang yang dapat mengubah tegangan dan arus bolak-balik tanpa membuat daya yang disalurkan berubah secara signifikan. Trafo AC terdiri dari dua buah lilitan kawat pada inti besi.
Kiri
Kumparan terhubung dengan tegangan
masukan bolak-balik
Jumlah lilitan N1 (lilitan primer)
Kanan
Kumparan terhubung dengan resistor
Jumlah lilitan N2 (lilitan sekunder)
Tujuan penggunaan inti besi adalah:
Untuk meningkatkan fluks magnetik yang melewati lilitan.
Untuk memberikan suatu medium dimana hampir seluruh garis medan magnet pada lilitan yang satu dapat melewati lilitan yang lainnya.
Sebuah trafo ideal terdiri atas dua lilitan pada inti besi yang sama. Tegangan bolak-balik ΔV1 diberikan pada lilitan primer dan tegangan keluaran ΔV2 diukur pada resistor dengan hambatan R.
Faraday menyatakan bahwa tegangan ΔV1 pada lilitan primernya adalah
dimana ФB adalah fluks magnetik yang melewati setiap lilitan. Sedangkan tegangan yang melewati lilitan sekundernya adalah
Hubungan tegangan dengan banyaknya lilitan adalah
Terdapat dua jenis trafo, yaitu
Trafo penaik (step-up). Ketika N2>N1 tegangan keluaran ΔV2 melebihi tegangan masukan ΔV1.
Trafo penurun. Ketika N2
Langganan:
Postingan (Atom)